Keris ialah sejenis senjata pendek kebangsaan Melayu yang digunakan
sejak melebihi 600 tahun dahulu. Senjata ini memang unik di dunia Melayu
dan boleh didapati di kawasan berpenduduk Melayu seperti Malaysia,
Indonesia, Singapura, Thailand Selatan, Filipina Selatan(Mindanao), dan
Brunei.
Keris digunakan untuk mempertahankan diri (misalnya sewaktu bersilat)
dan sebagai alat kebesaran diraja. Senjata ini juga merupakan lambang
kedaulatan orang Melayu. Keris yang paling masyhur ialah keris Taming
Sari yang merupakan senjata Hang Tuah, seorang pahlawan Melayu yang
terkenal.
Keris berasal dari Kepulauan Jawa dan keris purba telah digunakan antara
abad ke-9 dan abad ke-14. Senjata ini terbahagi kepada tiga bahagian,
yaitu mata, hulu dan sarung. Keris sering dikaitkan dengan kuasa mistik
oleh orang Melayu pada zaman dahulu. Antara lain, terdapat kepercayaan
bahwa keris mempunyai semangatnya yang tersendiri.
Keris menurut amalan Melayu tradisional perlu dijaga dengan cara
diperasapkan pada masa-masa tertentu, malam Jumat misalnya. Ada juga
amalan mengasamlimaukan keris sebagai cara untuk menjaga logam keris dan
juga untuk menambah bisanya. Ada pepatah yang menyatakan : “Penghargaan
pada seseorang tergantung karena busananya.” Mungkin pepatah itu lahir
dari pandangan psikolog yang mendasarkan pada kerapian, kebersihan
busana yang dipakai seseorang itu menunjukkan watak atau karakter yang
ada dalam diri orang itu. Di kalangan masyarakat Jawa Tengah pada umumnya
untuk suatu perhelatan tertentu, misalnya pada upacara perkawinan, para
kaum prianya harus mengenakan busana Jawi jangkep (busana Jawa
lengkap).
Dan kewajiban itu harus ditaati terutama oleh mempelai pria, yaitu harus
menggunakan/memakai busana pengantin gaya Jawa yaitu berkain batik,
baju pengantin, tutup kepala (kuluk) dan juga sebilah keris diselipkan
di pinggang. Mengapa harus keris? Karena keris itu oleh kalangan
masyarakat di Jawa dilambangkan sebagai symbol “kejantanan.” Dan
terkadang apabila karena suatu sebab pengantin prianya berhalangan hadir
dalam upacara temu pengantin, maka ia diwakili sebilah keris. Keris
merupakan lambang pusaka.
Pandangan ini sebenarnya berawal dari kepercayaan masyarakat Jawa dulu,
bahwa awal mula eksistensi mahkluk di bumi atau di dunia bersumber dari
filsafat agraris, yaitu dari menyatunya unsur lelaki dengan unsur
perempuan. Di dunia ini Allah Swt, menciptakan makhluk dalam dua jenis
seks yaitu lelaki dan perempuan, baik manusia, hewan, maupun
tumbuh-tumbuhan. Kepercayaan pada filsafat agraris ini sangat mendasar
di lingkungan keluarga besar Karaton di Jawa, seperti Karaton Kasunanan
Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan lain-lain. Kepercayaan itu mulanya
dari Hinduisme yang pernah dianut oleh masyarakat di Jawa. Lalu muncul
pula kepercayaan tentang bapa angkasa dan ibu bumi/pertiwi. Yang juga
dekat dengan kepercayaan filsafat agraris di masyarakat Jawa terwujud
dalam bentuk upacara kirab pusaka pada menjelang satu Sura dalam
kalender Jawa dengan mengkirabkan pusaka unggulan Karaton yang terdiri
dari senjata tajam: tombak pusaka, pisau besar (bendho). Arak-arakan
pengirab senjata pusaka unggulan Karaton berjalan mengelilingi komplek
Karaton sambil memusatkan pikiran, perasaan, memuji dan memohon kepada
Sang Maha Pencipta alam semesta, untuk beroleh perlindungan,
kebahagiaan, kesejahteraan lahir dan batin.
Fungsi utama dari senjata tajam pusaka dulu adalah alat untuk membela
diri dari serangan musuh, dan binatang atau untuk membunuh musuh. Namun
kemudian fungsi dari senjata tajam seperti keris pusaka atau tombak
pusaka itu berubah. Di masa damai, kadang orang menggunakan keris hanya
sebagai kelengkapan busana upacara kebesaran saat temu pengantin. Maka
keris pun dihias dengan intan atau berlian pada pangkal hulu keris.
Bahkan sarungnya yang terbuat dari logam diukir sedemikian indah,
berlapis emas berkilauan sebagaikebanggaan pemakainya. Lalu, tak urung
keris itu menjadi komoditi bisnis yang tinggi nilainya.
Tosan Aji atau senjata pusaka itu bukan hanya keris dan tombak khas Jawa
saja,melainkan hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki senjata
tajam pusaka andalan,seperti rencong di Aceh, badik di Makasar, pedang,
tombak berujung tig (trisula), keris bali, dan lain-lain.
Ketika Sultan Agung menyerang Kadipaten Pati dengan gelar perang Garudha
Nglayang, Supit Urang, Wukir Jaladri, atau gelar Dirada Meta, prajurit
yang mendampingi menggunakan senjata tombak yang wajahnya diukir gambar
kalacakra. Keris pusaka atau tombak pusaka yang merupakan pusaka
unggulan itu keampuhannya bukan saja karena dibuat dari unsur besi baja,
besi, nikel, bahkan dicampur dengan unsure batu meteorid yang jatuh
dari angkasa sehingga kokoh kuat, tetapi cara pembuatannya disertai
dengan iringan doa kepada Sang Maha Pencipta Alam (Allah SWT) dengan
suatu upaya spiritual oleh Sang Empu. Sehingga kekuatan spiritual Sang
Maha Pencipta Alam itu pun dipercayai orang sebagai kekuatan magis atau
mengandung tuah sehingga dapat mempengaruhi pihak lawan menjadi
ketakutan kepada pemakai senjata pusaka itu. Pernah ada suatu pendapat
yang berdasarkan pada tes ilmiah terhadap keris pusaka dan dinyatakan
bahwa keris pusaka itu mengeluarkan energi/kekuatan yang tidak kasat
mata (tak tampak dengan mata biasa). Yang menarik hati adalah keris yang
dipakai untuk kelengkapan busana pengantin pria khas Jawa. Keris itu
dihiasi dengan untaian bunga mawar melati yang dikalungkan pada hulu
batang keris. Ternyata itu bukan hanya sekedar hiasan, melainkan
mengandung makna untuk mengingatkan orang agar jangan memiliki watak
beringas, emosional, pemarah, adigang-adigung-adiguna, sewenang-wenang
dan mau menangnya sendiri seperti watak Harya Penangsang.
Kaitannya dengan Harya Penangsang ialah saat Harya Penangsang berperang
melawan Sutawijaya, karena Penangsang pemarah, emosional, tidak bisa
menahan diri, perutnya tertusuk tombak Kyai Plered yang dihujamkan oleh
Sutawijaya. Usus keluar dari perutnya yang robek. Dalam keadaan ingin
balas dendam dengan penuh kemarahan Penangsang yang sudah kesakitan itu
mengalungkan ususnya ke hulu keris di pinggangnya. Ia terus menyerang
musuhnya. Pada suatu saat Penangsang akan menusuk lawannya dengan keris
Kyai Setan Kober di bagian pinggang, begitu keris dihunus, ususnya
terputus oleh mata keris pusakanya. Penangsang mati dalam perang dahsyat
yang menelan banyak korban. Dari peristiwa itulah muncul ide keris
pengantin dengan hiasan untaian bunga mawar dan melati.
Tosan aji atau senjata pusaka seperti tombak, keris dan lain-lain itu
bisa menimbulkan rasa keberanian yang luar biasa kepada pemilik atau
pembawanya. Orang menyebut itu sebagai piyandel, penambah kepercayaan
diri, bahkan keris pusaka atau tombak pusaka yang diberikan oleh Sang
Raja terhadap bangsawan Karaton itu mengandung kepercayaan Sang Raja
terhadap bangsawan unggulan itu. Namun manakala kepercayaan sang raja
itu dirusak oleh perilaku buruk sang adipati yang diberi keris tersebut,
maka keris pusaka pemberian itu akan ditarik/diminta kembali oleh sang
raja.
Hubungan keris dengan sarungnya secara khusus oleh masyarakat Jawa
diartikan secara filosofi sebagai hubungan akrab, menyatu untuk mencapai
keharmonisan hidup di dunia. Maka lahirlah filosofi “manunggaling
kawula – Gusti”, bersatunya abdi dengan rajanya, bersatunya insan kamil
dengan Penciptanya, bersatunya rakyat dengan pemimpinnya, sehingga
kehidupan selalu aman damai, tentram, bahagia, sehat sejahtera. Selain
saling menghormati satu dengan yang lain masing-masing juga harus tahu
diri untuk berkarya sesuai dengan porsi dan fungsinya masing-masing
secara benar.
Namun demikian, makna yang dalam dari tosan aji sebagai karya seni budaya nasional yang mengandung pelbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Jawa pada umumnya,kini terancam perkembangannya karena aspek teknologi sebagai sahabat budayanya kurang diminati ketimbang aspek legenda dan magisnya.
Namun demikian, makna yang dalam dari tosan aji sebagai karya seni budaya nasional yang mengandung pelbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Jawa pada umumnya,kini terancam perkembangannya karena aspek teknologi sebagai sahabat budayanya kurang diminati ketimbang aspek legenda dan magisnya.
https://aurapusaka.wordpress.com/2012/10/23/pamor-keris-gambar-dan-macamnya/
0 Komentar untuk "Makna Keris Menurut Budaya Jawa "