Dalam artikel yang saya bahas yakni mengenai sistem angka pada rumpun Awyu di Papua. Artikel tersebut menyajikan materi tentang sistem bilangan dari Kombai, Korowai, Wambon, Mandobo, Aghu, Sjiagha-Yenimu, dan Pisa, tujuh bahasa Papua dari keluarga Awyu di selatan Irian Jaya, Indonesia. Bagaimana mereka menamai masing-masing angka dan memperagakan setiap bilangan karena antara satu tempat dengan tempat lain memiliki perbedaan.
Dalam hal ini, saya akan mengambil contoh dari masyarakat Sunda. Namun saya tidak akan membahas mengenai penamaan setiap bilangan dan bagaimana orang Sunda menyebut suatu bilangan melainkan sistem perhitungan yang biasa orang Sunda gunakan untuk menentukan hari baik dalam setiap melakukan sesuatu. Narasumber untuk informasi ini saya dapatkan dari kakek saya sendiri yakni H. Ma’mun. Beliau hingga saat ini masih menggunakan sistem perhitungan dalam melakukan segala sesuatu terutama yang menyangkut dengan hajat hidup keluarganya. Menurutnya, ada banyak sistem perhitungan yang digunakan oleh orang Sunda, sistem tersebut diadopsi dari orang kepercayaan orang Jawa, India, Budha dan Islam. Namun yang masih digunakan oleh beliau hingga saat ini adalah sistem yang berdasarkan perhitungan orang Islam, pengetahuan ini ia dapat dari guru spiritualnya atau yang biasa ia sebut Ajengan. Beliau biasa menggunakan hitungan hari yakni dengan:
- Bismillah, yang berarti bahwa ini adalah ucapan pembuka dari segala tindakan yang akan dilakukan.
- Alhamdullilah, yang berarti ucapan rasa syukur atas kebahagiaan.
- Astagfirullah, yang berarti ucapan ketika sedang terkena musibah.
Dari ketiga hitungan tadi, hari baik itu ada pada hitungan pertama dan
kedua, sedangkan hitungan ketiga patut dihindari. Misalnya, ketika A dan
B akan menikah pada tanggal 5, untuk menentukan baik atau tidaknya
tanggal tersebut maka dihitung:
- Tanggal 1 = bismillah
- Tanggal 2 = alhamdulilah
- Tanggal 3 = astagfirullah
- Tanggal 4 = bismillah
- Tanggal 5 = alhamdulilah, dan seterusnya.
Jadi tanggal 5 ini merupakan hari baik untuk menikah, namun jika jatuh
pada hitungan astagfirullah maka diharapkan untuk diundurkan atau
dimajukan tanggal pernikahannya. Ada juga yang menggunakan lima urutan
dalam perhitungan ini. namun menurut Haji Ma’mun bahwa hitungan ini
merupakan perhitungan “buhun” atau perhitungan orang tua zaman dahulu,
diantaranya:
- Sri
- Lungguh
- Dunya
- Lara
- Pati
Arti dari lima urutan tersebut diantaranya :
- Sri, kata sri menempati bilangan satu, sri sering juga dikaitkan dengan dewi padi dalam budaya sunda, yaitu Dewi Sri atau Nyi Pohaci. Jadi dapat pula dimaknai dengan banyaknya pangan yang kita dapat. Sri bermakna baik dalam hitungan ini, dapat pula diartikan rezeki yang melimpah.
- Lungguh, kata lungguh menempati bilangan dua, lungguh sering dikaitkan dengan derajat, pangkat, jabatan, kekuatan, dan kemampuan. Lungguh bermakna baik dalam hitungan ini.
- Dunya, kata dunya menempati bilangan tiga, dunya sering dikaitkan dengan harta, rezeki, materi, dan kekayaan yang melimpah ruah. Hitungan ini biasanya paling dicari dalam setiap hajat atau suatu hal yang membutuhkan perhitungan.
- Lara, kata lara menempati bilangan empat, lara sering dikaitkan dengan sesuatu penderitaan atau sakit, baik dari segi kesehatan, ketenangan lahir atau pun batin. Hitungan ini biasanya dihindari dalam setiap hajat atau suatu hal yang membutuhkan perhitungan.
- Pati, kata pati menempati bilangan lima, bilangan akhir dalam perhitungan ini. pati berarti mati. Namun tidak dengan serta merta kita mengaitkannya dengan kematian. mati disini dapat berarti mati secara rezeki, mati dalam arti perceraian, mati dalam arti hal-hal yang bersifat paling buruk. Hitungan ini biasanya paling dihindari dalam setiap hajat atau suatu hal yang membutuhkan perhitungan.
Kita harus dapat membuat rumusan perhitungan untuk mencapai hasil
perhitungan diatas. Misalnya, kita akan mempunyai hajat untuk berpindah
tempat tinggal atau rumah tanggal 12 Safar. Jadi kita tinggal membagi 12
(tanggal) dengan 5 (lima urutan tadi) yaitu 2 dengan sisanya 2. Angka
dua menempati hitungan lungguh.
Hal penting yang perlu diingat adalah hitungan hari baik ini hanya berlaku pada hitungan hijriah, tidak pada masehi. Memang ada beberapa hal yang menjadi kekhususan pula, seperti ketika akan melaksanakan hajatan pernikahan, kita harus mengambil bilangan genap. sebaliknya ketika kita akan melaksanakan hajatan khitanan, kita harus mengambil bilangan ganjil.
Sistem perhitungan diatas merupakan salah satu perhitungan Kala Sunda. Dalam sewindu ada tiga tahun kabisat (taun panjang), sehingga jumlah hari dalam satu windu (delapan tahun) adalah (354 x 8) + 3 = 2835 hari, angka yang habis dibagi 35 (7 x 5). Itulah sebabnya setiap awal windu (indung poé) selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama. Jika misalnya awal windu jatuh pada Ahad Manis, maka awal windu selanjutnya pasti Ahad Manis juga (Drs. H. Irfan Anshory, Kala Sunda 1945-1953).
Menurut H.Ma’mun setiap tahun dalam sewindu memiliki nama, yang diantaranya :
Hal penting yang perlu diingat adalah hitungan hari baik ini hanya berlaku pada hitungan hijriah, tidak pada masehi. Memang ada beberapa hal yang menjadi kekhususan pula, seperti ketika akan melaksanakan hajatan pernikahan, kita harus mengambil bilangan genap. sebaliknya ketika kita akan melaksanakan hajatan khitanan, kita harus mengambil bilangan ganjil.
Sistem perhitungan diatas merupakan salah satu perhitungan Kala Sunda. Dalam sewindu ada tiga tahun kabisat (taun panjang), sehingga jumlah hari dalam satu windu (delapan tahun) adalah (354 x 8) + 3 = 2835 hari, angka yang habis dibagi 35 (7 x 5). Itulah sebabnya setiap awal windu (indung poé) selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama. Jika misalnya awal windu jatuh pada Ahad Manis, maka awal windu selanjutnya pasti Ahad Manis juga (Drs. H. Irfan Anshory, Kala Sunda 1945-1953).
Menurut H.Ma’mun setiap tahun dalam sewindu memiliki nama, yang diantaranya :
- 1945 = Kebo (Indung poe)
- 1946 = Monyet (taun panjang)
- 1947 = Hurang
- 1948 = Kalabang
- 1949 = Embe (taun panjang)
- 1950 = Keuyeup
- 1951 = Cacing
- 1952 =Hurang
- 1953 = Kebo (balik ka indung poe)
Dalam artikel yang ditulis oleh Drs. H. Irfan Anshory tentang Kala Sunda
disebutkan bahwa tahun baru (pabaru) Kala Sunda untuk satu windu
mendatang adalah sebagai berikut:
- 1945 Kebo = Sabtu 6 Desember 2008
- 1946 Monyét = Rabu 25 November 2009
- 1947 Hurang = Senin 15 November 2010
- 1948 Kalabang = Jumat 4 November 2011
- 1949 Embé = Selasa 23 Oktober 2012
- 1950 Keuyeup = Ahad 13 Oktober 2013
- 1951 Cacing = Kamis 2 Oktober 2014
- 1952 Hurang = Senin 21 September 2015
Haji Ma’mun juga menyebutkan bahwa ada larangan bulan yang terjadi tiap tiga bulan sekali, seperti :
- Syawal, Hapit, Rayagung larangannya terletak pada hari jumat
- Muharam, Safar, Maulud larangannya di hari sabtu dan minggu
- Silih maulud, Jumadil awal, Jumadil akhir larangannya di hari selasa
- Rajab, Rewah, Puasa larangannya di hari rabu.
Namun larangan ini bersifat relatif karena jika perhitungan hari baiknya
jatuh pada larangan diatas maka tidak apa-apa, masih tetap sesuai
dengan hitungan sebelumnya.
Sebenarnya masih banyak lagi sistem perhitungan yang biasa digunakan
oleh masyarakat Sunda, namun disini saya hanya membatasi sesuai dengan
informasi yang diberikan oleh informan. Namun pada intinya pengetahuan
mereka sangat dipengaruhi oleh sistem kepercayaan. Jika orang tua dulu
masih dipengaruhi oleh kepercayaan Hindu-Budha dengan adanya kalender
Saka, maka saat ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan Islam dan
Kejawen. Tetapi pada intinya dari sejak dulu hingga kini sistem
perhitungan ini bertujuan untuk menjaga diri dari berbagai musibah.
Menurut saya contoh diatas cukup relevan jika dikaitkan dengan artikel
yang saya bahas. Baik dari segi penyebaran sistem pengetahuan maupun
penggunaan sistem yang berbeda-beda satu sama lain. Dari segi penyebaran
sistem pengetahuannya sama-sama dipengaruhi oleh kepercayaan. Misalnya
dalam artikel, penamaan terhadap sistem angka banyak dipengaruhi oleh
misionaris Katolik yang datang ke Papua, sedangkan dalam contoh
perhitungan orang Sunda dipengaruhi oleh kepercayaan Hindu-Budha,
Kejawen dan Islam. Lalu dari sisi penggunaannya, dalam artikel walaupun
ketujuh suku ini masih satu keluarga Awyu namun penggunaan istilah
angkanya berbeda satu sama lain. Sama halnya dengan contoh pada
masyarakat Sunda, antara satu keluarga dengan keluarga lain bisa saja
memiliki sistem perhitungan yang berbeda sesuai dengan kepercayaannya.
Jadi semoga contoh ini dapat memberikan pengetahuan bagi kita semua
terhadap sistem perhitungan di Indonesia.
Sumber Data :
- Wawancara dengan H. Ma’mun sebagai pengguna perhitungan Sunda
- Anshory, Irfan. 2009. Kala Sunda 1945-1953. http://irfananshory.blogspot.com/2009/04/kala-sunda-1945-1953.html
- Sumedang Sakti. 2010. Belajar Itungan Sunda Dasar I. http://sahadatsunda.blogspot.com/2010/01/belajar-itungan-sunda-dasar-1.html
0 Komentar untuk "Sistem Perhitungan Pada Masyarakat Sunda "