Javanese beliefs (Kebatinan or Kejawen) have principles embodying a "search for inner self" but at the core is the concept of Peace Of Mind. Although Kejawen is a religious category(Agama), it addresses ethical and spiritual values as inspired by Javanese tradition. That can as religion in usual sense of the world, like Christianity, Judaism, Budha or Islam. Kejawen adalah Agama Jawa yang di Ajarkan dalam Budaya Jawa yang di sebut Kejawen. Kawruh kejawen. Ilmu Kejawen, Agama Kejawen

Kejawen meneropong musibah

Ringkasan Sekilas
Orang Jawa yang memiliki Ngelmu Kejawen memiliki "roso kang dhuwur marang Gusti ingkang murbeng Dumadi"(Rasa yang tinggi tentang Gusti yang membuat alam semesta.
Sebenarnya orang Jawa tidak perlu belajar kesana kemari karena orang Jawa sudah memilikinya.Ilmu ngenani Gusti panguwosoning Donya,nyembaho marang Gusti kang bakal agawe sentoso.
Yang diperlukan sekarang membuat Kitab Suci Kejawen.

Oleh Wal Suparmo Sebelum menyinggung soal tersebut, ada baiknya mengingat kembali pokok-pokok Kejawen meskipun sepintas dan hanya sebagian kecil saja.

A. Manusia dekat dengan alam murni menyerap inti hukum/hukum alam.
" Sudah sejak dulu kala , tanah Jawa hijo royo-royo, subur kang tinandur, gemahripah loh jinawi , tata -tentrem kerta raharja" Demikian selalu yang diucapkan Ki Dalang pewayangan. Kehidupan manusia zaman PURBA itu tidak ngoyo (sibuk),waktu banyak terluang, melahirkan budayanya berkarakteristik: Sabar, damai, saling menghargai kebebasan masing-masing - toleran, tepo seliro(tenggang rasa), mawas diri.

B. Manusia percaya isi alam ada Penciptanya.
Khayalan dalam waktu santainya menimbulkan pertanyaan: " kalau aku membuat alat-alat, lalu bertindak mencari bahan-bahan untuk hidup, siapa orangnya yang membuat isi alam semuanya itu". Kesimpulan sederhananya: " Tentu , pasti, ada orang seperti saya ini yang mempunyai kemampuan yang sangat luar biasa.Sayang dia tidak pernah mau memperlihatkan diri, Dimanakah Ia adanya?. Tentu di ciptaan-ciptaannya itu: pohon-pohon besar, gunung-gunung, lautan.."(Penulis lupa nama atau istilah yang dipakai waktu itu).Keyakinan inilah yang disalah artikan, terutama oleh kaum Orientalis, bahwa Kejawen itu menyembah BERHALA yang ada di dalam pohon besar atau batu-batuan dan dianggap sebagai Animisme. Sesungguhnya banyak kesimpulan: kearifan(wisdom) Kejawen lahir dari kehidupan di bumi sendiri. Karena itu kiranya Kejawen hingga kini dikategorikan sebagai suatu Kepercayaan yang dihayati mendalam oleh penghayatnya dalam melahirkan budi pekerti luhur yang bernilai tinggi.Meskipun seorang Nabi dan Buku Suci yang disembah tidak ada.

C. Budaya balas-budi (berterima kasih). Sebagai terimakasih atas jasa-jasa "pencipta" isi alamnya, pada waktu tertentu penduduk bergotong royong tekun menyampaikan persembahannya berupa makanan dan hasil tanamannya hingga turun- temurun sampai sekarang yang dinamakan NYADRAN. Dan banyak berupa tindakan atau hal-hal simbolik saja yang tidak dapat diartikan secara harfiah. D.Pertemuan dengan bangsa pendatang.

Dalam abad ke : 3 Masehi, datanglah Hinduisme, disusul dengan Buddhisme satu abad kemudian. Islam datang pada abad ke: 9 dan berkembang luas beberapa abad kemudian. Pertemuan-pertemuan itu bukan menyulut perang, justru membawa pandangan kearifan Kejawen lebih mendalam yang meluas yang mempengaruhi budayanya juga. Pluralisme Kejawen membawa manfaat dalam pergaulan seterusnya. Misalnya: dibidang seni pewayangan epos Mahabharata dan Ramayana diserap dalam ceritanya setelah penyesuaian dengan asli pewayangan rakyat. Demikian juga keterampilan rakyat mampu mendirikan bangunan-bangunan dalam bentuk besar dan kuat seperti candi-candi( Prambanan-Hindhu, Borobudur- Buddha).

mPu Tantular waktu zaman Hinduisme( kerajaan Majapahit) memberi nama puralisme " BHINEKA TUNGGA IKA". Suatu penyerapan yang fundamental oleh Kejawen adalah, bahwa Pencipta isi alam itu bukan di pohon, lautan, tetapi " di atas sana ( Ilahi). Kejawen memberi sebutan Gusti( Sang Pangeran ) dan ada sebutan sinonim lain yang digunakan oleh aliran-aliran Kejawen. Demikian juga adanya pemahaman, bahwa Gusti ada di dalam diri manusia sendiri. Perbedaan-perbedaan faham tidak membawa pengaruh sedikitpun antara para penghayat dalam pergaulannya. Tahun baru kalender Jawa( 1 Syuro ) disamankan jatuhnya dengan Tahu Baru kalender Islam( 1 Hijriah ). Hanya kelender Jawa tetap lebih tua.

E.Visi dan Misi Kejawen.
Dari banyak bentuk wayang yang ada salah satu ada yang bentuknya seperti gunung. Maka itu namanya gunungan yang ditancapkan di tengah tabir pada pemulaan dan akhir pertunjukan . Di kulitnya terdapat lukisan gapura yang dijaga raksasa bersenjata pemukul besar berdiri di kanan dan kiri pintu masuk. Di belakang gapura ( masuk taman ) ada flora-fauna, ciptaan Gusti, terkesan indah,aman damai.Itulah gambaran kehidupan di bumi. Oleh karenanya menurut Kejawen, waktu manusia dilahirkan masuk kehidupan di bumi , misi terpokok adalah: MEMAYU HAYUNE BAWONO Memperindah kehidupan di bumi yang indah( Bawono = kehidupan, bumi_ = buwono ). Kehidupan selalu membawa perubahan ( bentuk manusia kini lain dengan manusia purba.Semua bentuk kehidupan, kebiasaan hidup, ilmu pengetahuan, seni dsb). Kehidupan adalah "KADYO CAKRA MANGGILINGAN" yaitu seperti roda berputar. Dapat ke atas dapat ke bawah. Meskipun Kejawen itu mempunyai banyak aliran, tetapi boleh dikata semuanya berpegang teguh kepada MISI POKOK tersebut. Untuk mengamankan terlaksananya tuga pokok tersebut, sejak lahir manusia sudah diberi (given) yaitu "senjata"( percikan ) Gusti sebagai berikut: NALURI ( perasaan, etos ), NALAR ( otak,rasio ) dan NALURI (spiritualitas, ketuhanan). Ketiga unsur itu tidak terpisahkan, karena saling menopang. Percikan ini disampaikan langsung kepada manusia sebagai budi luhur yang "Build In" dalam diri manusia tanpa perantara manusia lain atau kitab suci. Dengan demikian maka penghayat Kejawen adalah MANDIRI menghadapi plus dan minusnya perputaran penghidupannya di bumi. Maka itu manusia Kejawen selalu harus ingat kepada Pencipta(Gusti), apalagi bila menghadapi kesulitan atau kegagalan, dan manekung (samadi ) : mohon ampun kepada yang memberi percikan(Gusti ) karena menghadapi kesulitan atas keteledorannya dan mohon diberi kesadaran dan kewaspadaan yang kuat (ELING LAN WASPODO) serta kemampuan menyesaikan persoalannya sesuai keinginan Gusti. Semangat sejalan keinginan atau bersatu dengan sifat dan kehendak Gusti itu oleh Kejawen disebut: " MANUNGGALING KAWULO GUSTI ". Perlu diingat bahwa siapa yang menekuni " manunggaling kawulo Gusti ", nuraninya harus disokong oleh naluri dan nalar tersebut. Karena ajaran Kejawin lahir dari ciri-cirinya alam ( yang juga ciptaan Gusti), ajarannya banyak diperlukan untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan sesudahnya ,dengan latihan kejiwaan untuk memperkuat diri yang dinamakan NGLAKONI atau tirakat, yaitu antara lain, hangurangi dahar lan guling,(tidak tergantung waktu tertentu maupun lamanya): - berpuasa - ngrowot ( hanya makan sayuran dan buah-buahan) - mutih (tidak makan garam) - ngebleng (berjaga/ tidak tidur) dalam ruangan kecil yang terbatas yang gelap tanpa suara. Meskiupn demikian ajaran Kejawen juga berisi tentang kehidupan sesuadah kematian yang disebut ( BAWONO LANGGENG ), yaitu antaranya : " Sangkan Parane Dumadi " ( dari dan Kemana yang telah diciptakan Gusti itu). Petunjuk-petunjuk atau petuah dalam Kejawen disampaikan berupa Tembang yaitu lagu atau nyanyian beserta syairnya atau pantun, yang sekarang tidak begitu lazim digunakan. Meskupun begitu banyak juga yang berupa " kata mutiara " seperti: "Sepi ing Pamrih, rame ing gawe ( bertindak baik atau menurut petunjuk Gusti, tanpa mengharap imbalan atau hadiah ), "Aja Dumeh (jangan sombong), Wani Ngalah Luhur Wekasane ( berani mundur demi membuahkan Kemenangan)" dsb.

F. Musibah.
Tiada penyakit yang tiba-tiba datang lalu sudah sangat kgawat. Tentunya penyakit itu sudah lama diderita, tetapi tidak dirasa atau diperhatikan. Demikian juga musibah. Ajaran Kejawen menyatakan :" Musibah wajib diterima dengan ikhlas, karena peristiwa itu adalah suatu teguran " NGUNDUH TAN TINANDUR" yang artinya "menuai yang ditanam".Hendaknya ditanggapi langsung dengan nalar,tekad, dan kesediaan menerima akibatnya. Maka itu sadar dan waspada harus dibiasakan.

Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Kejawen meneropong musibah"

 
Template By AgamaKejawen
Back To Top