Acara
dibuka dengan upacara pembukaan di gedung pertemuan PBB Kebumen. Acara
ini dihadiri Kepala Seksi Nilai Budaya Disbudpar Jateng Ibu Eny
Haryanti, S.Pd. M.pd, Kepala Disbudpar Kabupaten Kebumen Drs H Hery Setyanto.
Ritual Meditasi dilaksanakan di tempat ibadah/sujudan yang dinamakan sebagai Sanggar Meditasi Wonomarto yang berlokasi di area rumah Bp. Adji Tjaroko.
Sejarah Singkat Sanggar Meditasi Wonomarto
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgE10UF-oaKkDgC4FNLQUCk9ekeedWP00cZs-hvYWZp4IR1h3NB-q8pxv7FPfg3nbJAj89_xZGPKalLIWMvsRZA9g0Vs6gWhSvNN02KyqSfU-HgQob-1Rd3TA9LbZ-lfIjJD7BuQ7DDV4FL/s1600/pbb1.jpg)
Setelah Ki Bagus Hadi Kusuwo wafat, maka Kawruh Naluri diteruskan oleh
putranya yang bernama Nurhadi (ayah dari Bapak Adji Tjaroko). Melalui
usaha Bapak Nurhadi dan pengikutnya, maka terbentuklah bangunan Sanggar
Meditasi pada tahun 1959. Bentuk bangunan menyerupai candi dikarenakan
ada sejumlah relief di sekeliling bangunan luar tersebut. Dibangun
dengan batu gunung dan dibuat bertingkat menyerupai sejumlah candi di
Jawa. Ruang dalam dibiarkan kosong sebagai ruang meditasi atau samadhi
para pengikut ajaran ini. Bapak Nurhadi adalah konseptor Sanggar
Meditasi sementara pelaksanaan pembangunan di kerjakan oleh Seniman Indonesia Muda (logo
dan nama pelaksana disematkan di bagian bawah tangga masuk Sanggar
Meditasi).
Dalam perkembangannya, komunitas penganut kepercayaan terhadap Tuhan YME ini mendaftarkan kegiatannya dan
di badan hukumkan dengan nama Yayasan Setyaki (Setia
Marang Kaki: Setia Pada Leluhur)). Pengaruh Kawruh Naluri yang
diturunkan Ki Bagus Hadi Kusumo dan yang diteruskan oleh Bapak Nurhadi
mengalami pasang surut. Khususnya pada sekitar tahun 1965 di saat kondisi
negara dan politik sedang mengalami turbulensi dan chaos dikarenakan
peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan reaksi
tentara di bawah kepemimpinan Suharto yang kelak menjadi Presiden
Republik Indonesia menggantikan Sukarno. “Seluruh anggota paguyuban
dipaksa masuk agama tertentu baik dengan cara halus dan keras.
Kebanyakan menyerah dan berpindah agama sehingga anggota menjadi menurun”, jelas Bp. Adji Tjaroko. Tahun 1980 Bp. Nurhadi
meninggal. Sepeninggal beliau, pengikutnya terbagi menjadi dua. Ada yang
tetap setia di organisasi melalui Yayasan Setyaki namun sebagian
lainnya memilih untuk menganut kepercayaan di luar organisasi sehingga
mereka boleh dikatakan sebagai anggota non formal penganut kepercayaan.
Pada tahun 1986 Bapak Adji Tjaroko mengundurkan diri dari PNS dan
menekuni keyakinan yang dianut kakek dan ayahnya serta mulai belajar
melalui para sepuh di Yayasan Setyaki. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya
bahwa sepeningal Bapak Nurhadi, komunitas penganut Kawruh Naluri ini
terbagi menjadi dua yaitu anggota formal dan anggota non formal. Anggota
non formal banyak berinteraksi dan bertukar pikiran dengan Bapak Adji
dan dikoordinir oleh Bapak Adji dalam memperjuangkan berbagai aktifitas
dan kepentingannya. Berdasarkan UU no 23 Tahun 2006 dan PP no 37 Tahun
2007 (setiap paguyuban bisa menunjuk petugas perkawinan dan menerima SK
dari Dep Kebudayaan/Kementerian Kebudayaan), maka pada tahun 2008
dibentuklah Paguyuban Budaya Bangsa (PBB)
dengan Bapak Adji Tjaroko sebagai Ketua Umum.
0 Komentar untuk "TATA RITUAL PAGUYUBAN BUDAYA BANGSA (PBB) PUSAT KEBUMEN"