Paguyuban
ilmu mistik kebatinan berlatar belakang budaya dan filsafat Jawa
(Kejawen) ini tergolong tua usianya. Paguyuban ini banyak melahirkan
kaum waskita dan paling berpengaruh pada masa akhir Kolonialisme di
Indonesia.
Lebih mudah menelusuri aliran kebatinan dari riwayat hidup para
pendirinya. Sebab dari para pendiri paguyuban, kita bisa mengetahui apa
dan bagaimana awalnya mereka mendapatkan WAHYU (saya menggunakan
pendekatan internal dengan menggunakan bahasa kalangan kebatinan. Dalam
khasanah agama Islam, Wahyu hanya diturunkan kepada para Nabi, sedangkan
sesuatu yang turun kepada manusia biasa yang khusus diberikan oleh
Tuhan karena sebab-sebab tertentu biasa disebut dengan Ilham atau
intuisi yang sangat jelas dari Tuhan. wongalus). Dan dari turunnya WAHYU
kepada seseorang tokoh pendiri kebatinan itulah, kita bisa mengetahui
latarbelakang sosiologis dan filosofisnya.
HARDOPUSORO didirikan oleh KUSUMOWIDJITRO. Siapa Kusumowidjitro? Dia
adalah salah seorang Kepala Desa di daerah Purworejo, Jawa Tengah.
Purworejo adalah kota arah barat yang berbatasan dengan Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Kisahnya, pada tahun 1880 Kusumowidjitro tidak tahan dengan perlakuan
kolonial yang menindas rakyat. Ia tinggalkan jabatannya dan pergi
meninggalkan desanya karena melaksanakan aksi menolak membayar pajak.
Selama berpuluh-puluh tahun, dia mengembara ke berbagai hutan di Jawa
Timur. Pengembaraan dihabiskan untuk berpuasa dan bertapa di dalam
belantara yang penuh tantangan. Tidak ada guru spiritual khusus yang
dipercayai menuntun perjalanan spiritualnya. Pada suatu hari, WAHYU
turun setelah dia mencapai situasi PASRAH TOTAL pada Tuhan. Wahyu juga
berbunyi agar dia menyebarkan kebaikan sekaligus ajaran-ajaran kebaikan
kepada sesama manusia.
Hadirnya wahyu yang merupakan DAWUH dari GUSTI KANG AKARYO JAGAD ini
jelas merupakan hal menandai berakhirnya satu era perjalanan spiritual
untuk memasuki era baru yang lebih kompleks. Kusumowidjitro merasa
itulah saat dia hidup kembali sebagai manusia yang sesungguhnya
dititahkan mengemban tugas mulia: sebagai hamba-Nya. Dan dia pun mulai
muncul di berbagai kota.
Pada tahun 1907, dia sudah diikuti oleh banyak pengikut di
Banyuwangi. Namun sayangnya di tahun itu pula dia diusir oleh Pemerintah
Kolonial Belanda karena khawatir melihat tanda-tanda gerakan kebatinan
ini berbahaya dan bisa merongrong kewibawaan pemerintah kolonial. Untuk
sementara waktu Kusumowidjitro mengasingkan diri ke hutan di wilayah
pegunungan antara Malang, Blitar dan Kediri. Kharisma dan aura spiritual
Kusumowidjitro tetap berbinar sehingga dia mendapatkan pengikut di era
pengasingan diri ini.
Pada tahun 1913, Kusumowidjitro tercatat sudah muncul lagi di
berbagai kesempatan. Salah satunya adalah hadir dalam forum paguyuban
Masyarakat Teosofi –salah satu aliran kebatinan juga— dan dia berkhutbah
di sana tentang praktik spiritual yang dijalaninya.
Hampir semua bagian ajarannya diakui masih misterius dan cukup sulit
untuk dipaparkan. Sumber-sumber di paguyuban ini enggan memberikan
keterangan. Bisa jadi ini dikarenakan sikap waspada para penganut
paguyuban HARDOPUSORO karena saat itu pengawasan Belanda terhadap
berbagai penganut aliran kepercayaan semakin ketat.
Penganut aliran kebatinan yang ada di paguyuban HARDOPUSORO melakukan
kegiatan spiritual secara sembunyi-sembunyi dan menutupi aktivitas
spiritual mereka dengan dalih acara SLAMETAN. Secara internal, ajarannya
termasuk sulit sebagaimana paguyubannya yang tidak mudah dijumpai.
Ajaran spiritual (wiridan) HARDOPUSORO pun dilarang untuk diamalkan bagi
yang belum menjadi anggota. Segala pertanyaan menyangkut paguyuban ini
juga dilarang untuk dijawab.
Biasanya Kusumowidjitro menyampaikan ajaran-ajaran mistik kebatinan
pada tengah malam dengan memakai jubah putih. Pada setiap pertemuan,
biasanya dilaksanakan tujuh tingkatan inisiasi atau pembaiatan. Setelah
merampungkan pembacaan masing-masing jenjang wiridan tadi, hanya para
anggota yang telah dibaiat pada level itu yang diijinkan keluar. Dalam
satu sesi, hanya mereka yang telah menerima tujuh kali baiatan yang
diijinkan tetap di tempat sampai akhir acara. Kemajuan melalui tingkat
baiatan tergantung pada hafalan wirid dan pengamalan beberapa teknik
tertentu yang berhubungan dengan tiap level.
Ajaran mistik HARDOPUSORO memang rumit. Dipenuhi dengan paradoks,
dijejali dengan simbol-simbol dan mengatasi segala macam tataran akal.
Berbagai macam teknik pada masing-masing baiatan itu diarahkan untuk
membangkitkan kesaktian yang bersemayam di dalam tubuh.
TEKNIK UTAMA PEMBANGKITAN KESAKTIAN dilalui dengan cara KUNGKUM atau
semedi dengan mengucap mantra, sambil duduk merendam diri sampai leher
di sumber air yang dianggap memiliki daya keramat atau pertemuan antara
dua aliran sungai yang oleh masyarakat biasa disebut dengan “tempuran”.
Pelahan-lahan latihan yang keras itu mengendur hingga akhirnya hanya
cukup dengan SEMEDI atau MEDITASI dengan KAKI YANG DICELUPKAN DI DALAM
SEMANGKUK AIR saja. Meskipun kekuatan magis atau KASEKTEN merupakan
elemen pencapaian pada setiap jenjang baiatan, sesungguhnya TUJUAN AKHIR
PERJALANAN SPIRITUAL PAGUYUBAN HARDOPUSORO adalah MELEBURNYA ANASIR
FISIK DAN JIWA dari DIRI atau yang dikenal dengan MOKSA alias SUWUNG
Belum diketahui secara pasti, apakah paguyuban aliran kebatinan
HARDOPUSORO ini masih ada di negeri kita atau tidak. Semoga masih ada
sehingga kita tidak kepaten obor eksistensi saudara-saudara kita yang
gigih berjuang untuk menemukan DIRI SEJATI ini.
0 Komentar untuk "PAGUYUBAN KEJAWEN HARDOPUSORO"