Teks tidak dalam format asli.
Kembali
Kembali
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No.232, 2013 |
PEMERINTAHAN.
Warga Negara. Administrasi. Kependudukan. Perubahan. (Penjelasan Dalam
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5475)
|
NOMOR 24 TAHUN 2013
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006
TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan tertib
administrasi kependudukan secara nasional, Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban memberikan
perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status
hukum atas setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang
dialami oleh Penduduk dan/atau Warga Negara Indonesia yang berada di
luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan
Administrasi Kependudukan sejalan dengan tuntutan pelayanan Administrasi
Kependudukan yang profesional, memenuhi standar teknologi informasi,
dinamis, tertib, dan tidak diskriminatif dalam pencapaian standar
pelayanan minimal menuju pelayanan prima yang menyeluruh untuk mengatasi
permasalahan kependudukan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap
beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674);
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN.
1. Ketentuan angka 14, angka 20, dan angka 24 Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
5. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri.
1. Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan
penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan
melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi
Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan
publik dan pembangunan sektor lain.
2. Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
3. Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
undang-undang sebagai Warga Negara Indonesia.
4. Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Indonesia.5. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri.
6. Penyelenggara adalah Pemerintah, pemerintah provinsi
dan pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang
dalam urusan Administrasi Kependudukan.
7. Instansi Pelaksana adalah perangkat pemerintah
kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan
pelayanan dalam urusan Administrasi Kependudukan.
8. Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang
diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum
sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran
Penduduk dan Pencatatan Sipil.
9. Data Kependudukan adalah data perseorangan dan/atau
data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan Pendaftaran
Penduduk dan Pencatatan Sipil.
10.Pendaftaran Penduduk adalah pencatatan biodata
Penduduk, pencatatan atas pelaporan Peristiwa Kependudukan dan pendataan
Penduduk rentan Administrasi Kependudukan serta penerbitan Dokumen
Kependudukan berupa kartu identitas atau surat keterangan kependudukan.
11.Peristiwa Kependudukan adalah kejadian yang dialami
Penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap
penerbitan atau perubahan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/atau
surat keterangan kependudukan lainnya meliputi pindah datang, perubahan
alamat, serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap.
12.Nomor Induk Kependudukan, selanjutnya disingkat NIK,
adalah nomor identitas Penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal
dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia.
13.Kartu Keluarga, selanjutnya disingkat KK, adalah
kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama, susunan dan
hubungan dalam keluarga, serta identitas anggota keluarga.
14.Kartu Tanda Penduduk Elektronik, selanjutnya
disingkat KTP-el, adalah Kartu Tanda Penduduk yang dilengkapi cip yang
merupakan identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan
oleh Instansi Pelaksana.
15.Pencatatan Sipil adalah pencatatan Peristiwa Penting
yang dialami oleh seseorang dalam register Pencatatan Sipil pada
Instansi Pelaksana.
16.Pejabat Pencatatan Sipil adalah pejabat yang
melakukan pencatatan Peristiwa Penting yang dialami seseorang pada
Instansi Pelaksana yang pengangkatannya sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
17.Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh
seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan,
perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak,
perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan.
18.Izin Tinggal Terbatas adalah izin tinggal yang
diberikan kepada Orang Asing untuk tinggal di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dalam jangka waktu yang terbatas sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
19.Izin Tinggal Tetap adalah izin tinggal yang
diberikan kepada Orang Asing untuk tinggal menetap di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
20.Petugas Registrasi adalah pegawai yang diberi tugas
dan tanggung jawab memberikan pelayanan pelaporan Peristiwa
Kependudukan dan Peristiwa Penting serta pengelolaan dan penyajian Data
Kependudukan di desa/kelurahan atau nama lainnya.
21.Sistem Informasi Administrasi Kependudukan,
selanjutnya disingkat SIAK, adalah sistem informasi yang memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan
informasi administrasi kependudukan di tingkat Penyelenggara dan
Instansi Pelaksana sebagai satu kesatuan.
22.Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.
23.Kantor Urusan Agama Kecamatan, selanjutnya disingkat
KUAKec, adalah satuan kerja yang melaksanakan pencatatan nikah, talak,
cerai, dan rujuk pada tingkat kecamatan bagi Penduduk yang beragama
Islam.
24.Unit Pelaksana Teknis Instansi Pelaksana,
selanjutnya disebut UPT Instansi Pelaksana, adalah satuan kerja di
tingkat kecamatan yang bertanggung jawab kepada Instansi Pelaksana.
2. Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
Pemerintah melalui Menteri berwenang menyelenggarakan Administrasi Kependudukan secara nasional, meliputi:
a. koordinasi antarinstansi dan antardaerah;
b. penetapan sistem, pedoman, dan standar;
c. fasilitasi dan sosialisasi;
d. pembinaan, pembimbingan, supervisi, pemantauan, evaluasi dan konsultasi;
e. pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala nasional;
f. menyediakan blangko KTP-el bagi kabupaten/kota;
g. menyediakan blangko dokumen kependudukan selain blangko KTP-el melalui Instansi Pelaksana; dan
h. pengawasan.
Pemerintah melalui Menteri berwenang menyelenggarakan Administrasi Kependudukan secara nasional, meliputi:
a. koordinasi antarinstansi dan antardaerah;
b. penetapan sistem, pedoman, dan standar;
c. fasilitasi dan sosialisasi;
d. pembinaan, pembimbingan, supervisi, pemantauan, evaluasi dan konsultasi;
e. pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala nasional;
f. menyediakan blangko KTP-el bagi kabupaten/kota;
g. menyediakan blangko dokumen kependudukan selain blangko KTP-el melalui Instansi Pelaksana; dan
h. pengawasan.
3. Ketentuan huruf d Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
Pemerintah provinsi berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan, yang dilakukan oleh gubernur dengan kewenangan meliputi:
a. koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
b. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
c. pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
Pemerintah provinsi berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan, yang dilakukan oleh gubernur dengan kewenangan meliputi:
a. koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
b. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
c. pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
d. penyajian Data Kependudukan berskala provinsi
berasal dari Data Kependudukan yang telah dikonsolidasikan dan
dibersihkan oleh Kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan
pemerintahan dalam negeri; dan
e. koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
4. Ketentuan ayat (1) huruf g Pasal 7 diubah, sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
(1) Pemerintah kabupaten/kota berkewajiban dan
bertanggung jawab menyelenggarakan urusan Administrasi Kependudukan,
yang dilakukan oleh bupati/walikota dengan kewenangan meliputi:
a. koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
b. pembentukan Instansi Pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang Administrasi Kependudukan;
e. pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang Administrasi Kependudukan;
a. koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
b. pembentukan Instansi Pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang Administrasi Kependudukan;
c. pengaturan teknis penyelenggaraan Administrasi Kependudukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
d. pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan; e. pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang Administrasi Kependudukan;
f. penugasan kepada desa untuk menyelenggarakan sebagian urusan Administrasi Kependudukan berdasarkan asas tugas pembantuan;
g. penyajian Data Kependudukan berskala kabupaten/kota
berasal dari Data Kependudukan yang telah dikonsolidasikan dan
dibersihkan oleh Kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan
pemerintahan dalam negeri; dan
h. koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dilaksanakan oleh Pemerintah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
5. Ketentuan ayat (1) huruf c dan ayat (5) Pasal 8 diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1) Instansi Pelaksana melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan dengan kewajiban yang meliputi:
a. mendaftar Peristiwa Kependudukan dan mencatat Peristiwa Penting;
d. mendokumentasikan hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
e. menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting; dan
a. mendaftar Peristiwa Kependudukan dan mencatat Peristiwa Penting;
b. memberikan pelayanan yang sama dan profesional
kepada setiap Penduduk atas pelaporan Peristiwa Kependudukan dan
Peristiwa Penting;
c. mencetak, menerbitkan, dan mendistribusikan Dokumen Kependudukan;d. mendokumentasikan hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
e. menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting; dan
f. melakukan verifikasi dan validasi data dan
informasi yang disampaikan oleh Penduduk dalam pelayanan Pendaftaran
Penduduk dan Pencatatan Sipil.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a untuk pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk bagi Penduduk yang
beragama Islam pada tingkat kecamatan dilakukan oleh pegawai pencatat
pada KUAKec.
(3) Pelayanan Pencatatan Sipil pada tingkat kecamatan
dilakukan oleh UPT Instansi Pelaksana dengan kewenangan menerbitkan
Akta Pencatatan Sipil.
(4) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
persyaratan dan tata cara Pencatatan Peristiwa Penting bagi Penduduk
yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan berpedoman pada
Peraturan Perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai UPT Instansi
Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan prioritas
pembentukannya diatur dengan Peraturan Menteri.
6. Ketentuan ayat (2) Pasal 12 diubah, sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 12
(1) Petugas Registrasi membantu kepala desa atau lurah dan Instansi Pelaksana dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
(2) Petugas Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diangkat dan diberhentikan oleh bupati/walikota diutamakan dari
Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman
pengangkatan dan pemberhentian serta tugas pokok Petugas Registrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
7. Ketentuan ayat (1) Pasal 27 diubah, sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27
(1) Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk
kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 60 (enam puluh) hari
sejak kelahiran.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran
dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
8. Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 32 diubah dan ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
(1) Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak
tanggal kelahiran, pencatatan dan penerbitan Akta Kelahiran
dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana
setempat.
(2) Dihapus.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan
tata cara pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Presiden.
9. Ketentuan ayat (1) Pasal 44 diubah, sehingga Pasal 44 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 44
(1) Setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun
tetangga atau nama lainnya di domisili Penduduk kepada Instansi
Pelaksana setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
kematian.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kematian dan
menerbitkan Kutipan Akta Kematian.
(3) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan berdasarkan keterangan kematian dari pihak yang
berwenang.
(4) Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan
seseorang karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya,
pencatatan oleh Pejabat Pencatatan Sipil baru dilakukan setelah adanya
penetapan pengadilan.
(5) Dalam hal terjadi kematian seseorang yang tidak
jelas identitasnya, Instansi Pelaksana melakukan pencatatan kematian
berdasarkan keterangan dari kepolisian.
10.Ketentuan ayat (2) Pasal 49 diubah, sehingga Pasal 49 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 49
(1) Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua
pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal surat pengakuan anak oleh ayah dan disetujui oleh ibu dari anak
yang bersangkutan.
(2) Pengakuan anak hanya berlaku bagi anak yang orang
tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut hukum agama, tetapi
belum sah menurut hukum negara.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada register akta pengakuan
anak dan menerbitkan kutipan akta pengakuan anak.
11.Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 50 diubah dan
penjelasan ayat (1) Pasal 50 diubah, sehingga Pasal 50 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 50
(1) Setiap pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orang
tua kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan
mendapatkan akta perkawinan.
(2) Pengesahan anak hanya berlaku bagi anak yang orang
tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut hukum agama dan hukum
negara.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada register akta pengesahan
anak dan menerbitkan kutipan akta pengesahan anak.
12.Ketentuan ayat (2) Pasal 58 ditambahkan 4 (empat)
huruf, yakni huruf bb, huruf cc, huruf dd, dan huruf ee, serta
ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4), sehingga Pasal 58 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 58
(1) Data Kependudukan terdiri atas data perseorangan dan/atau data agregat Penduduk.
(2) Data perseorangan meliputi:
a. nomor KK;
b. NIK;
c. nama lengkap;
d. jenis kelamin;
e. tempat lahir;
f. tanggal/bulan/tahun lahir;
g. golongan darah;
h. agama/kepercayaan;
i. status perkawinan;
j. status hubungan dalam keluarga;
k. cacat fisik dan/atau mental;
l. pendidikan terakhir;
m.jenis pekerjaan;
n. NIK ibu kandung;
o. nama ibu kandung;
p. NIK ayah;
q. nama ayah;
r. alamat sebelumnya;
s. alamat sekarang;
t. kepemilikan akta kelahiran/surat kenal lahir;
u. nomor akta kelahiran/nomor surat kenal lahir;
v. kepemilikan akta perkawinan/buku nikah;
w. nomor akta perkawinan/buku nikah;
x. tanggal perkawinan;
y. kepemilikan akta perceraian;
z. nomor akta perceraian/surat cerai;
aa.tanggal perceraian;
bb. sidik jari;
cc.iris mata;
dd.tanda tangan; dan
ee.elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang.
(3) Data agregat meliputi himpunan data perseorangan yang berupa data kuantitatif dan data kualitatif.a. nomor KK;
b. NIK;
c. nama lengkap;
d. jenis kelamin;
e. tempat lahir;
f. tanggal/bulan/tahun lahir;
g. golongan darah;
h. agama/kepercayaan;
i. status perkawinan;
j. status hubungan dalam keluarga;
k. cacat fisik dan/atau mental;
l. pendidikan terakhir;
m.jenis pekerjaan;
n. NIK ibu kandung;
o. nama ibu kandung;
p. NIK ayah;
q. nama ayah;
r. alamat sebelumnya;
s. alamat sekarang;
t. kepemilikan akta kelahiran/surat kenal lahir;
u. nomor akta kelahiran/nomor surat kenal lahir;
v. kepemilikan akta perkawinan/buku nikah;
w. nomor akta perkawinan/buku nikah;
x. tanggal perkawinan;
y. kepemilikan akta perceraian;
z. nomor akta perceraian/surat cerai;
aa.tanggal perceraian;
bb. sidik jari;
cc.iris mata;
dd.tanda tangan; dan
ee.elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang.
(4) Data Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) yang digunakan untuk semua keperluan adalah
Data Kependudukan dari Kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan
pemerintahan dalam negeri, antara lain untuk pemanfaatan:
a. pelayanan publik;
b. perencanaan pembangunan;
c. alokasi anggaran;
d. pembangunan demokrasi; dan
e. penegakan hukum dan pencegahan kriminal.
a. pelayanan publik;
b. perencanaan pembangunan;
c. alokasi anggaran;
d. pembangunan demokrasi; dan
e. penegakan hukum dan pencegahan kriminal.
13.Ketentuan ayat (1), ayat (3), ayat (4), ayat (5),
dan ayat (6) Pasal 63 diubah dan ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 63
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 63
(3) KTP-el sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku secara nasional.
(6) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) KTP-el.
(1) Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing
yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas)
tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP-el.
(2) Dihapus.(3) KTP-el sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku secara nasional.
(4) Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti KTP-el kepada
Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal
masa berlaku Izin Tinggal Tetap berakhir.
(5) Penduduk yang telah memiliki KTP-el wajib membawanya pada saat bepergian.(6) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) KTP-el.
14.Ketentuan Pasal 64 diubah, sehingga Pasal 64 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 64
(3) Pemerintah menyelenggarakan semua pelayanan publik dengan berdasarkan NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(1) KTP-el mencantumkan gambar lambang Garuda
Pancasila dan peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat
elemen data penduduk, yaitu NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki
atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat,
pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal
dikeluarkan KTP-el, dan tandatangan pemilik KTP-el.
(2) NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi nomor identitas tunggal untuk semua urusan pelayanan publik.(3) Pemerintah menyelenggarakan semua pelayanan publik dengan berdasarkan NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Untuk menyelenggarakan semua pelayanan publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah melakukan integrasi
nomor identitas yang telah ada dan digunakan untuk pelayanan publik
paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini disahkan.
(5) Elemen data penduduk tentang agama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai
agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi
penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat
dalam database kependudukan.
(6) Dalam KTP-el sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersimpan cip yang memuat rekaman elektronik data perseorangan.
(7) KTP-el untuk:
a. Warga Negara Indonesia masa berlakunya seumur hidup; dan
b. Orang Asing masa berlakunya disesuaikan dengan masa berlaku Izin Tinggal Tetap.
a. Warga Negara Indonesia masa berlakunya seumur hidup; dan
b. Orang Asing masa berlakunya disesuaikan dengan masa berlaku Izin Tinggal Tetap.
(8) Dalam hal terjadi perubahan elemen data, rusak,
atau hilang, Penduduk pemilik KTP-el wajib melaporkan kepada Instansi
Pelaksana untuk dilakukan perubahan atau penggantian.
(9) Dalam hal KTP-el rusak atau hilang, Penduduk
pemilik KTP-el wajib melapor kepada Instansi Pelaksana melalui camat
atau lurah/kepala desa paling lambat 14 (empat belas) hari dan
melengkapi surat pernyataan penyebab terjadinya rusak atau hilang.
(10)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perubahan
elemen data penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam
Peraturan Menteri.
15.Ketentuan ayat (1) Pasal 68 ditambahkan 1 (satu) huruf, yakni huruf f, sehingga Pasal 68 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 68
(1) Kutipan Akta Pencatatan Sipil terdiri atas kutipan akta:
a. kelahiran;
b. kematian;
c. perkawinan;
d. perceraian;
e. pengakuan anak; dan
f. pengesahan anak.
a. kelahiran;
b. kematian;
c. perkawinan;
d. perceraian;
e. pengakuan anak; dan
f. pengesahan anak.
(2) Kutipan Akta Pencatatan Sipil memuat:
a. jenis Peristiwa Penting;
b. NIK dan status kewarganegaraan;
c. nama orang yang mengalami Peristiwa Penting;
d. tempat dan tanggal peristiwa;
e. tempat dan tanggal dikeluarkannya akta;
f. nama dan tanda tangan Pejabat yang berwenang; dan
g. pernyataan kesesuaian kutipan tersebut dengan data yang terdapat dalam Register Akta Pencatatan Sipil.
a. jenis Peristiwa Penting;
b. NIK dan status kewarganegaraan;
c. nama orang yang mengalami Peristiwa Penting;
d. tempat dan tanggal peristiwa;
e. tempat dan tanggal dikeluarkannya akta;
f. nama dan tanda tangan Pejabat yang berwenang; dan
g. pernyataan kesesuaian kutipan tersebut dengan data yang terdapat dalam Register Akta Pencatatan Sipil.
16.Ketentuan Pasal 76 diubah, sehingga Pasal 76 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 76
Ketentuan mengenai penerbitan Dokumen Kependudukan bagi petugas khusus
yang melakukan tugas keamanan negara diatur dalam Peraturan Menteri.
17.Ketentuan Pasal 77 diubah, sehingga Pasal 77 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 77
Setiap orang dilarang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau
melakukan manipulasi Data Kependudukan dan/atau elemen data Penduduk.
18.Ketentuan Pasal 79 diubah, sehingga Pasal 79 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 79
(1) Data Perseorangan dan dokumen kependudukan wajib disimpan dan dilindungi kerahasiaannya oleh Negara.
(2) Menteri sebagai penanggung jawab memberikan hak
akses Data Kependudukan kepada petugas provinsi dan petugas Instansi
Pelaksana serta pengguna.
(3) Petugas dan pengguna sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilarang menyebarluaskan Data Kependudukan yang tidak sesuai
dengan kewenangannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, ruang
lingkup, dan tata cara mengenai pemberian hak akses sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
19.Di antara Pasal 79 dan Pasal 80 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 79A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 79A
Pengurusan dan penerbitan Dokumen Kependudukan tidak dipungut biaya.
20.Di antara BAB VIII dan BAB IX disisipkan 1 (satu) BAB, yakni BAB VIIIA sehingga berbunyi sebagai berikut :
BAB VIIIA
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
PEJABAT STRUKTURAL
Pasal 83A
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
PEJABAT STRUKTURAL
Pasal 83A
(1) Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani
Administrasi Kependudukan di provinsi diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri atas usulan gubernur.
(2) Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani
Administrasi Kependudukan di kabupaten/kota diangkat dan diberhentikan
oleh Menteri atas usulan bupati/walikota melalui gubernur.
(3) Penilaian kinerja pejabat struktural sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara periodik oleh
Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan
prosedur pengangkatan dan pemberhentian pejabat struktural sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta penilaian kinerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
21.Ketentuan Pasal 84 diubah, sehingga Pasal 84 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 84
(1) Data Pribadi Penduduk yang harus dilindungi memuat:
a. keterangan tentang cacat fisik dan/atau mental;
b. sidik jari;
c. iris mata;
d. tanda tangan; dan
e. elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang.
a. keterangan tentang cacat fisik dan/atau mental;
b. sidik jari;
c. iris mata;
d. tanda tangan; dan
e. elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai elemen data
lainnya yang merupakan aib seseorang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e diatur dalam Peraturan Pemerintah.
22.Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 86 diubah dan
di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat
(1a), sehingga Pasal 86 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 86
(1) Menteri sebagai penanggung jawab memberikan hak akses Data Pribadi kepada petugas provinsi dan petugas Instansi Pelaksana.
(1a)Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menyebarluaskan Data Pribadi yang tidak sesuai dengan kewenangannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, ruang
lingkup, dan tata cara mengenai pemberian hak akses sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
23.Ketentuan Pasal 87 dihapus.
Pasal 87
Dihapus.
24.Di antara BAB IX dan BAB X disisipkan 1 (satu) BAB, yakni BAB IXA sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB IXA
PENDANAAN
Pasal 87A
Pendanaan penyelenggaraan program dan kegiatan Administrasi Kependudukan
yang meliputi kegiatan fisik dan non fisik, baik di provinsi maupun
kabupaten/kota dianggarkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 87B
Penyediaan pendanaan penyelenggaraan program dan kegiatan Administrasi
Kependudukan dianggarkan mulai anggaran pendapatan dan belanja negara
perubahan tahun anggaran 2014.
PENDANAAN
Pasal 87A
25.Ketentuan Pasal 94 diubah, sehingga Pasal 94 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 94
Setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau
melakukan manipulasi Data Kependudukan dan/atau elemen data Penduduk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp75.000.000,00
(tujuh puluh lima juta rupiah).
26.Di antara Pasal 95 dan Pasal 96 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 95A dan Pasal 95B yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 95A
Setiap orang yang tanpa hak menyebarluaskan Data Kependudukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (3) dan Data Pribadi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1a) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 95B
Setiap pejabat dan petugas pada desa/kelurahan, kecamatan, UPT Instansi
Pelaksana dan Instansi Pelaksana yang memerintahkan dan/atau
memfasilitasi dan/atau melakukan pungutan biaya kepada Penduduk dalam
pengurusan dan penerbitan Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79A dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima
juta rupiah).
27.Ketentuan Pasal 96 diubah, sehingga Pasal 96 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 96
Setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan,
dan/atau mendistribusikan blangko Dokumen Kependudukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf f dan huruf g dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
28.Di antara Pasal 96 dan Pasal 97 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 96A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 96A
Setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan,
dan/atau mendistribusikan Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
29.Ketentuan Pasal 101 diubah, sehingga Pasal 101 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 101
Pada saat Undang-Undang ini berlaku:
a. Pemerintah wajib memberikan NIK kepada setiap Penduduk.
a. Pemerintah wajib memberikan NIK kepada setiap Penduduk.
b. semua instansi pengguna wajib menjadikan NIK
sebagai dasar penerbitan dokumen paling lambat 1 (satu) tahun terhitung
sejak instansi pengguna mengakses data kependudukan dari Menteri.
c. KTP-el yang sudah diterbitkan sebelum Undang-Undang ini ditetapkan berlaku seumur hidup.
d. keterangan mengenai alamat, nama, dan nomor induk
pegawai pejabat dan penandatanganan oleh pejabat pada KTP-el
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dihapus setelah database kependudukan nasional terwujud.
30.Ketentuan Pasal 102 diubah, sehingga Pasal 102 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 102
Pada saat Undang-Undang ini berlaku:
a. semua singkatan “KTP” sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
harus dimaknai “KTP-el”;
b. semua kalimat “wajib dilaporkan oleh Penduduk
kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya peristiwa” sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan harus dimaknai ”wajib dilaporkan oleh Penduduk di Instansi
Pelaksana tempat Penduduk berdomisili”; dan
c. semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan Administrasi Kependudukan dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
31.Ketentuan Pasal 103 diubah, sehingga Pasal 103 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 103
(1) Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus
ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
(2) Semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan harus disesuaikan
dengan Undang-Undang ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 24 Desember 2013
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
pada tanggal 24 Desember 2013
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Desember 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
0 Komentar untuk "UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"