BKKI ( Badan Kongres Kebatinan Indonesia )
BKKI
lahir pada tanggal 21 Agustus 1955, pada Kongres Kebatinan I di
Semarang. Salah satu keputusan kongres adalah mengangkat Mr Wongsonegoro
sebagai Ketua Umum BKKI. Di samping itu kongres menetapkan suatu
semboyan : “ Sepi Ing Pamrih Rame Ing Gawe “, Memayu Hayuning Bawana,
yang berarti bekerja keras yang dilandasi hati yang suci dan bersih
demi keselamatan umat manusia dan dunia dengan menciptakan karya – karya
yang besar. Dalam perkembangannya BKKI telah menyelenggarakan kongres
beberapa kali yaitu :
Kongres II,
berlangsung tahun 1956 di Surakarta, salah satu keputusan penting adalah
telah dapat dirumuskan dan ditegaskan bahwa arti Kebatinan yang
merupakan sumber Asas dan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa untuk mencapai
budi Pekerti luhur guna kesempurnaan hidup. Penegasan tersebut
memberikan pemahaman bahwa BKKI sebagai organisasi adalah mengelola
wadah, sedangkan kelompok – kelompok kebatinan mengelola isinya sesuai
dengan identitasnya masing – masing. Oleh karena itu BKKI sebagai wadah
menyerukan agar kelompok – kelompok kebatinan selalu memelihara dan
memajukan para penganutnya dengan mengingat dasar – dasar yang telah
ditetapkan bersama dalam BKKI.
Kongres
III diselenggarakan pada tanggal 17 – 20 Juli 1958 di Jakarta, pada
kongres ini mendapatkan kehormatan dengan hadirnya Bapak Presiden
Republik Indnesia Ir Sukarno untuk memberikan sambutan / amanat.
Kongres
IV berlangsung tanggal 22 – 24 Juli 1960 di Malang Jawa Timur. Hasil
kongres terpenting adalah telah disahkannya Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga ( AD/ART ) BKKI. Dalam kongres ini juga dinyatakan bahwa
tidak ada perbedaan prinsip antara Agama dan Kebatinan, tetapi
justru memiliki kesamaan perintah ( Kebatinan Terhadap Tuhan Yang
Maha Esa ) dan Budi Pekerti Luhur.
Kongres
V diselenggarakan tanggal 1 – 4 Juni 1963 di Ponorogo Jawa Timur. Dalam
kongres V ini banyak harapan agar BKKI menampung rumusan filsafat,
pandangan hidup bangsa dan turut menyelamatkan revolusi berdasarkan
Pancasila. Hadir dalam kongres V wakil – wakil dari pemerintah yaitu :
A.H Nasution dan Dr. H Roelan Abdulgani. Dalam pidato sambutannya A.H
Nasution menekankan perlunya persatuan termasuk dalam bidang kebatinan
dan mengharapkan agar kebatinan dapat mengikuti perkembangan Zaman,
serta dapat dikupas secara ilmiah. Sedangkan sambutan Dr.H Roelan
Abdulgani berisikan penegasan : Menolak pendapat yang menyatakan bahwa
manusia adalah srigala bagi semua manusianya ( homo homuni lupus ),
tetapi menyetujui pendapat yang menyatakan bahwa manusia adalah
keramat bagi sesame manusianya ( homo sacra res homini ) untuk kemudian
secara gotong royong ditingkatkan menjadi kawan sosial bagi sesame
manusianya ( homo homini socius )
Pada
kongres VI yang sekiranya dijadwalkan akan berlangsung pada tahun 1965
gagal dilaksanakan karena terjadinya pemberontajkan G 30 S/PKI. Maka
BKKI sebagai penyelenggara kongres menghentikan kegiatannya.
Selain menyelenggarakan Kongres BKKI juga Melaksanakan Seminar Kebatinan :
Seminar
I diselenggarakan tanggal 14 – 15 Nopember 1959 di Jakarta. Dalam
Seminar I memperoleh perhatian besar dari Cedikiawan dan Agamawan. Di
samping itu diperoleh persamaan persepsi antara pemeluk agama dan
penganut kebatinan bahwa agama dan kepercayaan / kebatinan mempunyai
tujuan yang sama, yaitu bertakwa dan menyembah kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Seminar II diselenggarakan pada
tanggal 28 – 29 Januari 1961 di Jakarta. Dalam seminar ini kembali
memperoleh perhatian besar para cendekiawan dan budayawan, mahasiswa
dengan ditampilkannya fragmenRamayana oleh Ikatan Seni Tari Indonesia.
Seminar
III diselenggarakan pada tanggal 11 Agustus 1962. dalam seminar ini,
mencatat peristiwa penting dalam sejarah perkembangan kebatinan di
Indonesia, karena penganut kebatinan menyatakan diri sebagai Golkar atas
dasr Keputusan Badan Pekerja Pleno BKKI yang disampaikan oleh Mr
Wongsonegoro.
BK5I ( Badan Koordinasi Karyawan Kerohanian, Kebatinan, Kejiwaan Indonesia)
Gagasan
membentuk BK5I, di dorong adanya kondisi setelah wadah yang sejenis
yaitu BKKI menghentikan kegiatannya karena terjadi tragedy nasional G30S
/ PKI. Dicantumkan dalam AD/ART BK5I, bahwa BK5I didirikan di Jakarta
pada tanggal 25 Juli 1966. catatan penting bagi BKI sebagai wadah dari
organisasi Kebatinan, Kejiwaan, Kerohanian adalah :
Diselenggarakan
pertemuan BK5I bersama Sek Ber Golkar bertempat di Aula Gedung Staf
Hankam, jalan Medan Merdeka Barat pada tanggal 28 Februari 1967. acara
pokok pertemuan tersebut adalah : pelantikan dilakukan oleh ketua umum
Sek Ber Golkar : Mayjen Sukowazti, dan dihadiri oleh Menteri sarino,
Prof. Dr. Hm Rasyidi, Laksda DrAbdullah dan Mr Wongsonegoro.
Menyel;enggarakan Simposium Kerohanian, Kebatinan, Kejiwaan pada tanggal 6 – 9 Nopember 1970.
Kemudian
pada tanggal 27 – 30 Desember 1970, dengan bantuan Sek Ber Golkar
menyelenggarakan Munas I Kebatinan, Kerohanian, Kejiwaan. Munas tersebut
berhasil membuat wadah Nasional Tunggal bagi organisasi – organisasi
Kebatinan, Kerohanian, Kejiwaan, dengan nama : Sekretariat Kerjasama
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Yang disingkat SKK.
SKK ( Sekretariat Kerjasama Kepercayaan Terhadap Tuhan Yanag Maha esa )
SKK
dibentuk sebagai salah satu hasil Munas I Kepercayaan ( Kebatinan,
Kerohanian, Kejiwaan ) yang diselenggarakan pada tanggal 27 - 30
Desember 1970. yang sekaligus menganti nama BK5I. Dan pada tanggal 30
Desember inilah sebagai awal dijadikannya hari Ulang Tahun HPK. Dalam
Munas I Kepercayaan tersebut memperoleh sambutan tertulis dari Presiden
RI yang dibacakan oleh Letjen Soerono selaku Panglima Kowilham II Jawa
Madura. Dalam kegiatan selanjutnya SKK menyelenggarakan Munas II yang
berklangsung pada tanggal 5 – 7 Desember 1974 di Purwokerto Jawa Tengah.
Selanjutnya
SKK menyelenggarakan Munas II yang berlangsung pada tanggal 16 – 18
Nopember 1979. dalam mMunas II inilah atas prakarsa bapak Amir Murtono (
Ketua Umum DPP Golkar ) lahir Himpunan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang
Maha Esa ( HPK ) untuk menganti nama SKK.
HPK ( Himpunan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa )
Suatu
kenyataan bahwa lahirnya HPK melalui proses musyawarah penggantian nama
wadah yang ada sebelumn7a, yaitu BKKI, BK5I, dan SKK. HPK sebagai wadah
bagi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa mencatat
perkembangan perjalanan hidupnya dapat dilihat dari periodesasi
keberadaannya.
pada periode tahun 1979 – 1984, HPK masih dalam tahap pemantapan diri.
kemudian
pada periode 1984 – 1989, HPK mengawali kegiatannya dengan
menyelenggaraka Munas Kepercayaan IV yang berlangsung pada tanggal 20 –
22 April 1989 di Cibubur Jakarta. Dan berhasil membuat rumusan –
rumusan, pernyataan dan penyempurnaan organisasi. Serta menyatakan suatu
prasetya yaitu :
tetap setia
kepada Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan bertanggung jawab serta
wajib menghayati, mengamalkan, dan melestarikannya dalam kehidupannyata
sehari – hari secara lahir bathin, oleh karena Pancasila dan UUD 1945
benar – benar memberikan pencerminan dan jaminan hidup yang mandiri,
sesuai dengan Kebudayaan dan kepribadian bangsa Indonesia.
Tetap setia melestarikan cita – cita Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana tersurat dan tersirat dalam Pancasila dan UUD 1945.
Penghayat
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa tetap Manunggal dengan
Pancasila dan UUD 1945, Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kami
Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa merasa wajib
meningkatkan peran serta aktif dal;am pembangunanNasional berdasrkan
Pancasila dan UUD 1945.
Sejak
berdirinya tahun 1979 s.d. periode 1989, HPK dipimpin oleh Bapak Zahid
Hussein. Pada tanggal 18 – 20 Desember 1989, DPP HPK dengan Badan
Pekerja Munas HPK menyelenggarakan Musyawarah Nasional V di Kaliurang
Jogjakarta. Dalam Munas HPK V tersebut terjadi Deadlock. Sehingga sampai tahun 2000 tidak terbentuk kepengurusan DPP HPK.
Karena
tidak berjalannya organisasi maka atas desakan para kadang penghayat
maka pada tanggal 11 – 12 Oktober 2001 bertempat di Hotel Quality Solo
Jawa Tengah diadakan Munas VI HPK yang dihadiri Direktur Jenderal Bina
Kesatuan Bangsa, Bapak Muhanto AQ. Pada Munas VI menghasilkan beberapa
keputusan :
Menunjuk Bapak Drs
Koesoemo Hartami menjadi KetuaUmum DPP HPK, Bapak Drs.Ec.KRA. Basuki
Adinagoro., SH sebagai Sekretaris Jenderal DPP HPK, dan Menunjuk Saudara
Drs Wahyu Santoso Hidayat sebagi Bendahara DPP HPK. Serta memilih
Brigjen.Purn. H. Zahid Husein sebagai Ketua Paranpara.
Pada Munas VI ini HPK membuat pernyataan sikap melalui sebuah memorandum yaitu :
Memorandum
Munas VI HPK yang ditujukan kepada Pimpinan dan Anggota MPR RI dan DPR
RI. Dengan menyatakan sikap Pertama untuk tidak mengamandemen Pembukaan
Undang – Undang Dasar 1945, Kedua tidak perlu mengamandemen Pasal 28 dan
Pasal 29 UUD 1945, karena kedua pasal tersebut merupakan Landasan
Konstitusional bagi Eksistensi dan Hak hidup Kepercayaan Terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, Ketiga mengembalikan Eksistensi dan Hak Hidup Kepercayaan
Terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang bebas dan merdeka, dengan membuat TAP
MPR yang baru, minimal seperti yang telah ditetapkan dalam TAP MPR No.
II/MPR/1978 dan TAP MPR No.II/MPR/1993.
Memorandum
Munas VI HPK yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia dengan
menyatakan : Pertama berkenan mencabut Intruksi Presiden No. 12 Tahun
1968 yang berisikan sila sila Pancasila dengan penomoran 1 – 5 , dan
menggatinya dengan Instruksi Presiden yang baru , yang memuat rumusan
Pancasila seperti yang terdapat pada Pembukaan Undang – Undang Dasar
1945, Kedua berkenan membentuk Direktorat Jenderal Pembianaan Penghayat
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Ketiga berkenan,
mengembalikan, menjaga dan mengembangkan Eksistensi dan Hak Hidup
Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa seperti yang terdapat pada Kepres
No. 27/1978 ( jo No. 40/1978 ) serta Undang – Undang No. 8/1985,
Keempat berkenan bersama – sama dengan DPR RI untuk meninjau kembali dan
mencabut segala Produk Peraturan dan / atau perundangan tentang
Kehidupan Agama / atau Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang
ternyata isinya bertentangan atau tidak sesuai lagi dengan Nilai – nilai
Dasar Pancasila UUD 1945, khususnya Pasal 28 dan Pasal 29.
Sebagaimana
yang tertuang dalam AD / ART HPK yang telah disempurnakan dalam Munas
VI HPK, disebutkan bahwa HPK merupakan lanjutan dari Sekretariat
Kerjasama Kepercayaan ( SKK ) yang didirikan pada tanggal 30 Desember
1970, dan sekaligus ditetapkan sebagai hari Kelahiran ( Ulang Tahun )
HPK. Lebih lanjut disebutkan bahwa : HPK adalah Organisasi Penghayat
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Nasional bagi Penghayat
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang mengabdikan diri
khususnya di bidang Budaya Spiritual dalam rangka penghayatan dan
pengamalan kepercayaan terhadap Tuhan Ynag Maha Esa, dengan menerima
adanya perbedaan tetapi bersatu dalam kesamaan dan tidak mencampuri
urusan penghayatan internal anggota. HPK bersifat mandiri dan dapat
bekerja sama dengan organisasi dan masyarakat lain, dan berfungsi
sebagai penghimpun dan pembimbing, membina kerjasama dan menyalurkan
aspirasi,serta menjebatani antara kepentingan masyarakat penghayat
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan golongan masyarakat
lainnya, atau dengan MPR RI atau DPR RI dan Pemerintah.
Pada
periode kepemimpinan Bapak Koesoema Hartami HPK juga mengalami pasang
surut dimana kepengurusan tidak dapat berjalan sebagaimana yang
diharapkan kadang penghayat dan hasil Munas VI HPK. Serta mundurnya
pelaksanaan Munas VII HPK yang dijadwalkan tahun 2006 menjadi tahun
2008.
Karena
tidak adanya komunikasi dan kecewanya para kadang penghayat serta
situasi dan kondisi Negara, maka pada tanggal 29 – 30 Juli 2008
bertempat di Hotel Desa Wisata Taman Mini Indonesia Indah Jakarta,
diselenggarakan Munas VII HPK atas peran serta dari perguruan TRIJAYA
Padepokan Argasonya Pusat Tegal serta difasilitasi pendanaannya oleh
Bapak Etiko Kusjatmiko SH, murid dari Perguruan TRIJAYA yang juga
sekaligus ketua Panitia Munas VII HPK. Pada Munas VII HPK ini
berlangsung dengan baik dan sukses, dan menghasilkan keputusan dengan
memilih KRA ESNO KUSNODHO SURYANINGRAT sebagi ketua Umum terpilih.
Dimasa kepemimpinan KRA ESNO KUSNODHO SURYANINGRAT yang baru beberapa
bulan telah berhasil menyelenggarakan RAKERNAS I 2008 pada hari Sabtu
Pon s.d Minggu Legi, tanggal 6 – 7 Desember 2008 bertempat di Padepokan
Wulan Tumanggal Kecamatan bojong Kabupaten Tegal Jawa Tengah.
BAPAK PENGHAYAT INDONESIA
KRMT WONGSONEGORO
KRMT
Wongsonegoro waktu kecil bernama R.M Soenardi. Lahir di Solo
20 April 1897, dari pasangan R.Ng. Gitodiprojo dan R.A Soenartinah.
Ayahnya adalah abdi dalam panewu dari Sri Susuhunan Pakubuwono X di
Surakarta.
Sebagai seorang ketrunan
bangsawan R.M Soenardi ditempa dengan adat istiadat, norma – norma serta
nilai – nilai kebangsawanan Jawa. Selain itu, beliau mendapat
fasilitas dalam pendidikan. Pendidikan yang dijalani diawal dari Taman
Kanak – kanak Belanda ( Frobel School ). Setelah itu, di Europeeshe
Lagere School, setingkat sekolah dasar. Setelah tamat ELS, beliau masuk
di MULO ( Meer Vitgebreid Lagere Onderwijs ). Kemudian melanjutkan di
Rechts School ( Sekolah Menengah Hukum ) Jakarta. Pada tahun 1924,
mendapat tugas dari Pemerintahan Kasunanan di Sekolah Tinggi Hukum (
Recths Hooge School ) hingga bergelar Meester in de rechten.
Pada
tahun 1917 setelah menamatkan pendidikan di Rechtes School, Mr
Wongsonegoro bekerja di Pengadilan Negeri ( Landraad ) Surakarta.
Setelah keluar dari PN Surakarta, kemudian bekerja di kantor kepatihan
dengan pangkat Panewu. Tahun 1921 diangkat menjadi Jaksa dengan
kedudukan sebagai Bupati Anom, R.T Djaksanegoro. Selain bekerja dibidang
pemerintahan, beliau juga aktif diorganisasi. Beliau pernah menjadi
ketua Budi Utomo dan jong Java cabang Solo. Karier Mr Wongsonegoro makin
meningkat, diantaranya pernah menjadi Bupati Sragen, Residen Semarang,
dan Gubenur Jawa Tengah.
Dalam skala
nasional, beliau pernah duduk dalam Kabinet Hatta II sebagai Menteri
Dalam Negeri, Kabinet Natsir sebagai Menteri Kehakiman, selanjutnya
dalam Kabinet Sukiman – Suwiryo sebagai Menteri Pendidikan dan
Pengajaran ( PP&K ). Dalam cabinet Ali – Wongso yang
dibentuknya, beliau duduk sebagai Wakil Perdana Menteri.
Pada
masa pemerintahan Orde Baru, Mr Wongsonegoro aktif sebagai Sekber
Golkar. Pada Pemilu tahun 1971 terpilih menjadi Anggota DPR RI
perwakilan Daerah Propinsi Jawa Tengah dari Fraksi Karya Pembangunan.
Apabila
dilihat dari latar belakang spiritual, dapat dikatakan bahwasanya Mr
Wongsonegoro sudah sejak lama menaruh perhatian pada Aliran Kebathinan
atau kemudian yang dikenal sebgai Kepercayaan Kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Olah bathin, tirkat dan perilaku spiritual lainnya sudah akrab
dengan kehidupan Mr Wongsonegoro sejak kecil sebagai darah biru,
keturunan bangsawan Kasunanan Surakarta. Perhatian dan pemikiranya
terhadap Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu diwujudkan dalam
usulannya pada Pasal 29 ayat ( 2 ) UUD 1945, dimana di sana ditambahkan
kata – kata “ dan kepercayaannya” diantara kata – kata agamanya masing – masing.
Pada
Kongres Kebathinan yang Pertama di Semarang tahun 1955, didirikan Badan
Kongres Kebathinan Indonesia yang disingkat BKKI. Mulai saat itu Mr
Wongsonegoro dipercaya menjabat sebagai Ketua Umum. Dan dalam Kongres
yang ke II berhasil dirumuskan arti Kebhatinan. “ Kebathinan ialah sumber Azas dan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa untuk Mencapai Budi Luhur, guna Kesempurnaan Hidup”.
Mr
Wongsonegoro adalah pejuang sejati pada masa Revolusi, beliau memimpin
perjuangan melawan penjajah dengan caranya sendiri. Apapun yang
dilakukan senantiasa bertujuan untuk kemajuan dan kesejahteraan Bangsa
dan Negaranya. Beliau sangat aktif dalam bidang sosial, tata
pemerintahan, kebudayaan, bahkan karena jasa beliaulah Aliran Kebathinan
atau Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dapat dimasukan dalam
GBHN.
Sebagai pribadi yang berlatar
belakang aliran kebathianan, Mr Wongsonegoro dalam kehidupan sehari –
harinya senantiasa menunjukan sikap dan perilaku yang sangat baik,
seperti mengutamakan kesederhanaan, keselarasan, kejujuran patriotisme,
displin dan sangat Religius.
Mr
Wongsonegoro sudah aktif dalam berbagai organisasi sejak masih remaja.
Pada saat masih belajar di MULO pun , beliau sudah aktif dalam
pengembangan Kesenian Jawa, khususnya seni karawitan, seni tari, dan
ringgit purwo. Kecintaannya pada kesenian jawa tersebut makin hari makin
meningakat, dan ketika menjabat sebagai Bupati Sragen dibentuklah
perkumpulan “ Mardi Budaya “.
Pada
tanggal 4 Maret 1978 Mr Wongsonegoro meninggal dunia dan dimakamkan
dimakam keluarga Astana Kandaran, Kabup[aten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Beliau meninggal dalam usia 81 tahun. Dalam perkawinannya dengan B.RA
Soewarni dikaruniai 7 ( tujuh ) orang putera. Mereka adlah RA Soenarni
Notoprojo, RA Soenarsi Hardjopranoto, RM Soenarso Wongsonegoro, RA Sri
Danarti Koessoehadi, RA Endang Soetanti Soebagio, RM Tripomo
Wongsonegoro, dan RM Joko Soedibjo.
Beberapa
tanda jasa yang diterima antara lain adalah Bintang Gerilya, Perintis
Kemerdekaan, Satya Lencana Kemerdekaan I & II, Bintang Bhayangkara
untuk kemajuan dan pembangunan Kepolisian, Pembinaan Olah Raga Pencak
Silat, dan Satya Lencana Kebudayaan.
Pandangan hidup Mr Wongsonegoro dewasa ini dapaty dilihat pada monument makamnya di Astana Kandaran. “ Janma Luwih Hambuka Tunggal
“, yang berarti orang yang mempunyai kemampuan lebih akan selalu
mendekatkan diri dengan sang Pencipta. Disana tertulis pula “ Haruming
Sabda Haruming Budi “, yang berarti orang yang selalu bertutur kata baik
dalam arti yang benar, mengambarkan pribadi orang yang berbudi Luhur.
0 Komentar untuk "PERJALANAN HIMPUNAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA "