Javanese beliefs (Kebatinan or Kejawen) have principles embodying a "search for inner self" but at the core is the concept of Peace Of Mind. Although Kejawen is a religious category(Agama), it addresses ethical and spiritual values as inspired by Javanese tradition. That can as religion in usual sense of the world, like Christianity, Judaism, Budha or Islam. Kejawen adalah Agama Jawa yang di Ajarkan dalam Budaya Jawa yang di sebut Kejawen. Kawruh kejawen. Ilmu Kejawen, Agama Kejawen

Buku Ajaran Kejawen

Pambuko Rembug
Ini Bukan Ajaran resmi Kejawen namun sudah terjadi Penyimpanagan Nilai Kejawen, namun sekedar mengetahuinya kejawen sudah lahir sebelum agama yang diakui sekarang ini.




Soesilo. (2000). Ajaran Kejawen: Philosofi dan Perilaku. Yogyakarta: Yusula

Mumpung masih ingat, salah satu pesan mendiang Hadrotus Syech Abdul Jalil bin Musataqim mewanti-wanti : “Ojo nganti awakmu belajar lan ngelakoni kejawen. Asebab mengko ne’e wes wafat rohmu mbalik e ora neng Gusti Allah. Ananging Mbalik e neng khodame.” (jangan sampai dirimu belajar dan menjalani kejawen. Sebab nanti kalau sudah meninggal dunia rohmu tidak akan kembali ke Allah, melainkan kembali ke khodamnya.”

Masya Allah..

Mari kita tinjau ulasan makna kejawen berikut ini dari wikipedia.
Kejawen (bahasa Jawa Kejawèn) adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh dikatakan agama yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan sukubangsa lainnya yang menetap di Jawa. Penamaan “kejawen” bersifat umum, biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum, kejawen merupakan bagian dari agama lokal Indonesia. Seorang ahli antropologi Amerika Serikat, Clifford Geertz pernah menulis tentang agama ini dalam bukunya yang ternama The Religion of Java. Olehnya Kejawen disebut “Agami Jawi”.

Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku (mirip dengan “ibadah”). Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat, dan menekankan pada konsep “keseimbangan”. Dalam pandangan demikian, kejawen memiliki kemiripan dengan Konfusianisme atau Taoisme, namun tidak sama pada ajaran-ajarannya. Hampir tidak ada kegiatan perluasan ajaran (misi) namun pembinaan dilakukan secara rutin.

Simbol-simbol “laku” biasanya melibatkan benda-benda yang diambil dari tradisi yang dianggap asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya. Akibatnya banyak orang (termasuk penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah mengasosiasikan kejawen dengan praktek klenik dan perdukunan.

Ajaran-ajaran kejawen bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik Hindu, Buddha, Islam, maupun Kristen. Gejala sinkretisme ini sendiri dipandang bukan sesuatu yang aneh karena dianggap memperkaya cara pandang terhadap tantangan perubahan zaman.

Beberapa aliran kejawen

Terdapat ratusan aliran kejawen dengan penekanan ajaran yang berbeda-beda. Beberapa jelas-jelas sinkretik, yang lainnya bersifat reaktif terhadap ajaran agama tertentu. Namun biasanya ajaran yang banyak anggotanya lebih menekankan pada cara mencapai keseimbangan hidup dan tidak melarang anggotanya mempraktekkan ajaran agama (lain) tertentu.

Beberapa aliran dengan anggota besar

* Sumarah
* Budi Dharma
* Paguyuban Ngesti Tunggal
* Sapta Dharma

Aliran yang bersifat reaktif misalnya aliran yang mengikuti ajaran Sabdopalon, atau penghayat ajaran Syekh Siti Jenar.
===================================================

Ingat pesan Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili berdawuh, “Siapa yang menunjukkan dirimu kepada dunia, maka ia akan menghancurkan dirimu. Siapa yang menunjukkan dirimu pada amal, ia akan memayahkan dirimu. Dan barangsiapa menunjukkan dirimu kepada Allah Swt. maka, ia pasti menjadi penasehatmu.”

Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam mengatakan, “Janganlah berguru pada seseorang yang yang tidak membangkitkan dirimu untuk menuju kepada Allah dan tidak pula menunjukkan wacananya kepadamu, jalan menuju Allah”.
Tags: Kejawen, kodamCategory: Pitutur Sulthonul Auliya' Syeikh Abul Hasan asy-Syadzily, Pitutur Syech Abdul Jalil bin Mustaqim
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
2 Responses
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
7 Komentar untuk "Buku Ajaran Kejawen"

Orang dengan Ajaran kejawen mewajibkan diri sendiri untuk ingat akan kukuasaan Gusti tanpa minta imbalan, tp orang dengan ajaran lain diwajibkan oleh ajaran nya untuk ingat sm Tuhan nya dengan minta imbalan surga. bisa kita lihat dari sejarah sebelum ada ajaran dari bangsa lain tanah jawa gema ripah loh jinawi, tp setelah masuk ajaran bangsa lain....( kita semua sudah merasakan nya sampai sekarang )

@onie, anda tidak bisa menyalahkan ajaran/faham lain yang menyebabkan kacau balau nuswantara ini. Ini sudah merupakan sunatullah. Bahkan danhyang Sabdo Palon dan Naya genggong pun sudah mahfum, bahwa akan ada pergantian kekuasaan/faham. Hal ini diungkapkan sesaat sebelum berpisah dengan Mahaprabu Brawijaya.

Kereeen.. saya suka pembahasannya., ikut meguru yaah.. :D

kalo mau beli bukunya dimana ya??
tolong sms.in ya : 085755861102

This comment has been removed by the author. - Hapus

jangan ngaku cinta produk indonesia kalau agama saja masih import

 
Template By AgamaKejawen
Back To Top