Javanese beliefs (Kebatinan or Kejawen) have principles embodying a "search for inner self" but at the core is the concept of Peace Of Mind. Although Kejawen is a religious category(Agama), it addresses ethical and spiritual values as inspired by Javanese tradition. That can as religion in usual sense of the world, like Christianity, Judaism, Budha or Islam. Kejawen adalah Agama Jawa yang di Ajarkan dalam Budaya Jawa yang di sebut Kejawen. Kawruh kejawen. Ilmu Kejawen, Agama Kejawen

Penghayat TYME di Bali

Ajaran Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Sebagai Sumber Pendidikan Budi Pekerti

Oleh: Drs. I Made Puma,M.Si. dan I Made Suarsana, SH.
Balai Pelestarian Jarahnitra Bali, NTB, NTI’.

Dewasa ini bangsa Indonesia tengah dilanda krisis multidimensi dan bencana demi bencana yang meluluh lantahkan segi-segi kehidupan. Krisis ekonomi, krisis moral, krisis keteladanan/kepemimpinan yang diiringi bencana demi bencana seperti jatuhnya pesawat Adam Air, tenggelamnya kapal Levina I, terbakarnya pesawat Garuda, tanah longsor, banjir bandang, tsunami, gempa bumi dan sebagainya telah membuat bangsa ini hampir lumpuh dari aktivitasnya sebagai sebuah bangsa yang memiliki semboyan agung Bhineka Tunggal Ika. Hal ini diperparah lagi dengan kasus-kasus sosial seperti kemiskinan, kriminalitas narkoba, prostitusi, korupsi, kolusi, nepotisme, pelecehan seksual, perselingkuhan dan lain-lain yang tiada habis-habisnya. Bangsa ini sudah mengalami degradasi moral yang cukup parah dan perlu waktu lama untuk memulihkan kembali nilai-nilai yang telah hilang.

Langkah perbaikan sudah coba dilakukan seperti apa yang dilakukan tahun 1998 yaitu melalui Reformasi. Penekanan utama dalam Reformasi bahwa kelompok reformasi memperkirakan bahwa sistem pemerintahan yang hegemonik, sentralitik, militeristik dan keikaan (bukan kebhinekaan) adalah penyebab utamanya. Karena itu tidak mengherankan rezim orde baru yang dijatuhkan pada saat itu. Apa yang terjadi dalam kenyataan dewasa ini, Reformasi hanya mampu menjadi euphoria yang tidak berkesudahan, dan kehilangan arah. Tidak sedikit orang berpendapat bahwa Reformasi akhirnya hanya berhasil membuka “Kotak Pandora” yang selam ini tertutup.

Nilai-nilai luhur serta adiluhung yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa kita menjadi sesuatu yang mahal harganya dan cukup sulit dicapai karena pada hakikatnya membuat kebaikan dan mencari kebnàran lebih sulit dicapai dan pada membuat kesalahan atau ketidak benaran.

Salah satu masalah besar bangsa kita Indonesia dan juga dirasakan dalam dunia pendidikan adalah belum optimalnya ajaran-ajaran agama dan budi pekerti serta ajaran spiritual dalam membentengi sikap dan prilaku masyarakat pada umumnya serta generasi muda kita pada khususnya. Akibat dan belum optimalnya ajaran atau pendidikan agama dan budi pekerti serta budaya spiritual tersebut adalah adanya masyarakat dan generasi muda yang masih berdiri di persimpangan jalan, mereka masih bingung untuk menentukan arah kemana harus melangkah, kemana jalan hidup harus dilalui karena kurangnya bekal ajaran/pendidikan yang mereka kuasai. Masyarakat atau generasi muda yang berdiri di persimpangan jalan tanpa bekal iman atau ajaran agama dan kepercayaan yang kuat akan mudah terseret arus-arus kejahatan seperti narkoba, prostitusi, kriminaliatas dan sebagainya. Cita-cita untuk memiliki generasi yang pintar, beriman, bertaqwa, suputra, berbudi luhur hanya menjadi khayalan pada akhirnya.

Karena itu, agar generasi muda kita tidak demikian adanya maka peran guru, orangtua murid, lembaga-lembaga swadaya masyarakat pemerintah beserta kelembagaanya perlu bersatu padu dalarn gerak dan langkah guna mewujudkan keadaan masyarakat yanga aman, damai, bahagia, beradab dan sejahtera. Termasuk di dalamnya peran serta organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai organisasi kemasyarakatan yang memiliki ajaran-ajaran nilai luhur yang bisa di implementasikan kepada masyarakat dan generasi muda kita. Karena itu pula dalam tahun anggaran 2007 ini, Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Departemen Kebudayaan dan Pariwisata bekerjasama dengan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bali, NTB, NTT menyelenggarakan kegiatan pengenalan nilai-nilai ajaran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai bukti akan kecintaan kepada masyarakat dan generasi muda kita, sekaligus pula sebagai bukti eksistensi bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Indonesia sebagai warisan budaya spiritual yang penuh dengan kandungan nilai-nilai luhur serta adiluhung yang bisa memimpin dan memberikan pedoman hidup bagi masyarakat dan generasi muda kita dalam upaya mewujudkan budi luhur.

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara dengan tingkat pluralitas tertinggi di muka bumi. Negara dengan wilayah sekitar 7,5 juta kilometer persegi, terdiri atas kurang lebih 17.000 pulau dan penduduk mencapai 212 juta jiwa yang terdiri lebih dari 540 suku bangsa, dengan bahasa, adat istiadat dan kepercayaan yang beranekaragam disamping agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu Budha dan Khong Hu Cu terdapat pula beratus kepercayaan suku bangsa dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku bhakti terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau Peribadatan serta pengamalan budiluhur. Penganut yang melaksanakan kepercayaan itu disebut penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Mereka berhimpun dan membentuk organisasi dalam bentuk paguyuban, kekadangan, perguruan, pakempalan dan sebagainya.

Berdasarkan data terakhir yang tercatat pada Asisten Deputi Urusan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa tahun 2003 (sekarang menjadi Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Departemen Kebudayaan dan Pariwisata), telah terdaptar 248 organisasi kepercayaan tehadap Tuhan Yang Maha Esa tingkat pusat dengan 953 cabang yang tersebar di 27 provinsi dengan anggota sekitar 8,5 juta orang. Di Provinsi Bali terdapat 7 organisasi penghayat yang berpusat di Bali dan 22 organisasi penghayat yang mempunyai cabang di Bali dengan anggota sekitar 33.887 orang (Asdek Kepercayaan, 2005). Sampai saat ini (2007) jumlah warga pengahayat kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa di Provinsi Bali baik dari organisasi yang berstatus pusat maupun cabang berjumlah sekitar 50.000 orang. Kondisi masing-masing organisasi tersebut turut bervariasi, baik dari jumlah anggota, kegiatan, menejemen organisasi, kondisi sosial ekonomi, pendidikan dan sebagainya.

Adapun 7 organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berstatus pusat di Bali adalah:

1. Wisnu Bhuda/Eka Adnyana;
2. Sanggar Pengayoman Majapahit;
3. Organisasi Kekeluargan;
4. Budi Suci;
5. Paguyuban Penghayat Kunci;
6. Bambu Kuning; dan
7. Surya Candra Bhuana.

Sedangkan organisasi yang berstatus cabang di Bali adalah:

1. Sri Murni;
2. Sapta Dharma;
3. Perguruan Ilmu Sejati;
4. Susila Budhi Dharma (Subud);
5. Perjalanan Tri Luhur;
6. Dharma Murti;
7. Radha Soami Satsang Beas;
8. Ananda Marga;
9. Paguyuban Penghayat Kapribaden.

Tiap organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa memiliki ajaran-ajaran yang dipakai untuk membina, menuntun dan mengarahkan warganya untuk menuju budi luhur. Jadi ajaran-ajaran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bisa dikatakan sebagai warung/sumber pendidikan budi pekerti, karena melalui ajaran-ajaran tersebut kita bisa mendapatkan pedoman hidup atau nilai-nilai luhur yang bisa dijadikan sebagai pegangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Untuk mengetahui dan membuktikan bahwa ajaran-ajaran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu sebagai warung/sumber pendidikan budi pekerti maka kita mesti mengenal terlebih dahulu ajaran-ajaran dari organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang pada dasarnya terbagi atas:

1. Ajaran tentang Tuhan Yang Maha Esa Menurut organisasi Budi Suci, Tuhan menciptakan alarn seisinya, Tuhan di atas segalanya. Tuhan sebagai Sang Pencipta adalah bersifat Maha, di antaranya Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Adil, Maha Pemurah, Maha Gaib.

Menurut Sanggar Pengayoman Majapahit: hidup berdekat Tuhan. Menurut Wisnu Budha/Ekaadnyana, kedudukan Tuhan adalah transenden, yaitu dapat mengantarkan sesuatu sesuai dengan sifat penjelmaan. Sifat-sifat Tuhan adalah Maha Kuasa, tidak terbatas, Maha Agung, Maha Tinggi, Maha Besar, Maha Halus, Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Pengampun.

Menurut organisasi Kekeluargaan, sesuatu yang ada tidak mungkin lahir dan yang tidak ada (teori sebab akibat). Tuhan itu memang betul ada meskipun tidak dapat dipandang dengan indra lahiriah. Tuhan adalah merupakan “sebab yang pertama”.

Menurut Paguyuban Penghayat Kunci, Tuhan adalah sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur dunia serta isinya. Oleh karena itu Tuhan itu sumber dan segala sumber berada diatas segala-galanya. Dengan demikian kedudukan Tuhan tanpa ujung dan pangkal. Tuhan bersifat Maha Esa, Suci, Maha Pemurah, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha tahu, mempunyai kekuasaan yang tiada terbatas dapat menjangkau yang tidak dapat dijangkau manusia.

Menurut Bambu Kuning: “Om Ekam Evam Adwityam Brahman”, Tuhan itu maha tunggal, tidak ada yang kedua (dan hanya para bijaksanalah yang memberi bermacam-macam nama). Sifat-sifat Tuhan adalah Universal. Beliau Maha Agung, Maha Kuasa, Maha pengasih dan Penyayang Maha Sempurna, Maha Gaib dan lain sebagainya.

Menurut Surya Candra Bhuana, semua orang percaya dengan adanya Tuhan, bahkan Negara Indonesia pun memakai dasar negara yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa pada pancasila yang merupakan sila pertama. Surya Candra Bhuana lebih mengutamakan pendekatan terhadap Tuhan, yang merupakan suatu kewajiban. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diwujudkan dengan perilaku bhakti terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pengamalan budi luhur.
Dari ajaran tentang Tuhan Yang Maha Esa ini, kita dapat memperoleh hikmah atau pelajaran bahwa kita mesti sujud bhakti, eling, kepada Tuhan Yang Maha Esa karena Beliau adalah Sang Maha Pencipta, Pemelihara dan Pemusnah segala yang ada di dunia in Ajaran ini menjadi sumber pendidikan budi pekerti yang luhur bagi umat manusia sebagai ciptaanNya.

2. Ajaran Tentang Manusia
Menurut Budi Suci, manusia berasal dari alam Tuhan, alam Suci, alam kelanggengan, alam sangkanparaning dumadi, lahir ke dunia dengan dua unsur : unsur non materi ialah jiwa, rohani, batin, dan unsur materi ialah raga yang terdiri dan sarinya bumi, sarinya air, sarinya api, sarinya angin. Sebagai makhluk tertinggi manusia memiliki kelengkapan hidup berupa akal, budi, rasa dan perasaan, memiliki kemampuan untuk mengekspresikan kelengkapan tersebut dengan alat ucap dan perbuatan. Pada diri manusia melekat sifat-sifat luhur, nafsu dan kebodohan. Pola perilaku yang nampak tergantung dan kadar sifat-sifat tadi. Dengan akal budi, nasa dan perasaan manusia dapat mengemban hidupnya dengan melaksanakan nilai-nilai luhur yang melekat pada dirinya dan pada akhimya menuju cita-cita hidup yaitu suatu keadaan dimana terdapat suatu keseimbangan antara kebutuhan lahir dan batin maupun suatu kebahagiaan semasih hidup di dunia maupun setelah di alam Tuhan.

Menurut Sanggar Pengayoman Majapahit, manusia harus melebur diri dengan bersemedi, selalu menjaga sikap kesucian, kesopanan, kejujuran, welas asih dan etika.

Menurut Wisnu Buda / Eka Adnyana, manusia merupakan ciptaan Tuhan. Untuk selanjutnya manuia menyelenggarakan, melaksanakan perintahNya, dan tidak akan pemah lebih tinggi ataupun sama dengan penciptaNya.

Struktur manusia terbagi dalam jasmani dan rohani. Untuk itu, Tuhan Yang Maha Esa memberkahi manusia dengan kelengkapan-kelengkapan sebagai berikut : indra sebagai panca indra, alat pengabdian, jiwa dan budi pekerti, rasa dan karsa, alat penangkap untuk melaksanakan tugas. WHD No. 519 Maret 2010.
(Bersambung)
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Penghayat TYME di Bali"

 
Template By AgamaKejawen
Back To Top