Javanese beliefs (Kebatinan or Kejawen) have principles embodying a "search for inner self" but at the core is the concept of Peace Of Mind. Although Kejawen is a religious category(Agama), it addresses ethical and spiritual values as inspired by Javanese tradition. That can as religion in usual sense of the world, like Christianity, Judaism, Budha or Islam. Kejawen adalah Agama Jawa yang di Ajarkan dalam Budaya Jawa yang di sebut Kejawen. Kawruh kejawen. Ilmu Kejawen, Agama Kejawen

WEJANGAN DEWA RUCI ( Cerita Dalam Kesenian Wayang Kulit ).

Termangu sang Brata Sena di tepian samudera, dibelai kehangatan alun ombak setinggi betis, tak ada lagi tempat bertanya, sesirnanya sang naga Nemburnawa, Dewa Ruci, sang Marbudyengrat, memandangnya dengan iba dari kejauhan, tahu belaka bahwa tirta Pawitra memang tak pernah ada dan mustahil akan pernah bisa ditemukan oleh manusia mana pun. menghampir Sang Dewa Ruci sambil menyapa: 'apa yang kau cari, hai Werkudara, hanya ada bencana dan kesulitan yang ada di sini di tempat sesunyi dan sekosong ini'
Terkejut sang Sena dan mencari ke kanan kiri setelah melihat sang penanya ia bergumam: 'makhluk apa lagi ini, sendirian di tengah samudera sunyi kecil mungil tapi berbunyi pongah dan jumawa?
Jalesveva Jayamahe

serba sunyi di sini, lanjut Sang Marbudyengrat mustahil akan ada sabda keluhuran di tempat seperti ini sia-sialah usahamu mencarinya tanpa peduli segala bahaya.
sang Sena semakin termangu menduga-duga, dan akhirnya sadar bahwa makhluk ini pastilah seorang dewa ah, paduka tuan, gelap pekat rasa hatiku. entahlah apa sebenarnya yang aku cari ini. dan siapa sebenarnya diriku ini.
ketahuilah anakku, akulah yang disebut Dewa Ruci, atau sang Marbudyengrat yang tahu segalanya tentang dirimu anakku yang keturunan hyang Guru dari hyang Brahma, anak Kunti, keturunan Wisnu yang hanya beranak tiga, Yudistira, dirimu, dan Janaka. yang bersaudara dua lagi Nakula dan Sadewa dari ibunda Madrim si putri Mandraka. datangmu kemari atas perintah gurumu dahyang durna untuk mencari tirta pawitra yang tak pernah ada di sini.
bila demikian, pukulun, wejanglah aku seperlunya agar tidak mengalami kegelapan seperti ini terasa bagai keris tanpa sarungnya.
Sabarlah anakku,.memang berat cobaan hidup ingatlah pesanku ini senantiasa jangan berangkat sebelum tahu tujuanmu, jangan menyuap sebelum mencicipnya. tahu hanya berawal dari bertanya, bisa berpangkal dari meniru, sesuatu terwujud hanya dari tindakan.
Janganlah bagai orang gunung membeli emas, mendapat besi kuning pun puas menduga mendapat emas bila tanpa dasar, bakti membuta pun akan bisa menyesatkan.
Duh pukulun, tahulah sudah di mana salah hamba bertindak tanpa tahu asal tujuan sekarang hamba pasrah jiwaraga terserah paduka.
Nah, bila benar ucapanmu, segera masuklah ke dalam diriku. lanjut Sang Marbudyengrat.
Sang Sena tertegun tak percaya mendengarnya ah, mana mungkin hamba bisa melakukannya paduka hanyalah anak bajang sedangkan tubuh hamba sebesar bukit kelingking pun tak akan mungkin muat.
wahai Werkudara si dungu anakku, sebesar apa dirimu dibanding alam semesta? seisi alam ini pun bisa masuk ke dalam diriku, jangankan lagi dirimu yang hanya sejentik noktah di alam.
Mendengar ucapan sang dewaruci sang bima merasa kecil seketika, dan segera melompat masuk ke telinga kiri sang dewaruci yang telah terangsur ke arahnya.
Heh, Werkudara, katakanlah sejelas-jelasnya segala yang kau saksikan di sana.
Hanya tampak samudera luas tak bertepi, ucap sang sena. alam awang-uwung tak berbatas hamba semakin bingung tak tahu mana utara selatan atas bawah depan belakang.
Janganlah mudah cemas, ujar sang dewaruci yakinilah bahwa di setiap kebimbangan senantiasa akan ada pertolongan dewata dalam seketika sang bima menemukan kiblat dan melihat surya setelah hati kembali tenang tampaklah sang Dewa Ruci di jagad walikan.
Heh, Sena! ceritakanlah dengan cermat segala yang kau saksikan! awalnya terlihat cahaya terang memancar, kata sang sena kemudian disusul cahaya hitam, merah, kuning, putih. apakah gerangan semua itu?
http://www.indonesiamedia.com/images/august99/dewaruci04.jpg
ketahuilah Werkudara, cahaya terang itu adalah pancamaya, penerang hati, yang disebut mukasipat, penunjuk ke kesejatian, pembawa diri ke segala sifat lebih. cahaya empat warna, itulah warna hati hitam merah kuning adalah penghalang cipta yang kekal, hitam melambangkan nafsu amarah, merah nafsu angkara, kuning nafsu memiliki. hanya si putih-lah yang bisa membawamu ke budi jatmika dan sanggup menerima sasmita alam, namun selalu terhalangi oleh ketiga warna yang lain hanya sendiri tanpa teman melawan tiga musuh abadi. hanya bisa menang dengan bantuan sang suksma. adalah nugraha bila si putih bisa kau menangkan di saat itulah dirimu mampu menembus segala batas alam tanpa belajar.
Duhai pukulun, sedikit tercerahkan hati hamba oleh wejanganmu setelah lenyap empat cahaya, muncullah nyala delapan warna, ada yang bagai ratna bercahaya, ada yang maya-maya, ada yang menyala berkobar.
Itulah kesejatian yang tunggal, anakku terkasih semuanya telah senantiasa ada dalam diri setiap mahluk ciptaan. sering disebut jagad agung jagad cilik dari sanalah asal kiblat dan empat warna hitam merah kuning putih seusai kehidupan di alam ini semuanya akan berkumpul menjadi satu, tanpa terbedakan lelaki perempuan tua muda besar kecil kaya miskin, akan tampak bagai lebah muda kuning gading amatilah lebih cermat, wahai werkudara anakku.
Semakin cerah rasa hati hamba. kini tampak putaran berwarna gading, bercahaya memancar. warna sejatikah yang hamba saksikan itu?
Bukan, anakku yang dungu, bukan, berusahalah segera mampu membedakannya zat sejati yang kamu cari itu tak berbentuk tak terlihat, tak bertempat-pasti namun bisa dirasa keberadaannya di sepenuh jagad ini. sedang putaran berwarna gading itu adalah pramana yang juga tinggal di dalam raga namun bagaikan tumbuhan simbar di pepohonan ia tidak ikut merasakan lapar kenyang haus lelah ngantuk dan sebagainya. dialah yang menikmati hidup sejati dihidupi oleh sukma sejati, ialah yang merawat raga tanpanya raga akan terpuruk menunjukkan kematian.
Pukulun, jelaslah sudah tentang pramana dalam kehidupan hamba lalu bagaimana wujudnya zat sejati itu?
Itu tidaklah mudah dijelaskan, ujar sang dewa ruci, gampang-gampang susah sebelum hal itu dijelaskan.
kejar sang bima, hamba tak ingin keluar dari tempat ini serba nikmat aman sejahtera dan bermanfaat terasa segalanya.
Itu tak boleh terjadi, bila belum tiba saatnya, hai werkudara mengenai zat sejati, engkau akan menemukannya sendiri setelah memahami tentang penyebab gagalnya segala laku serta bisa bertahan dari segala goda, di saat itulah sang suksma akan menghampirimu, dan batinmu akan berada di dalam sang suksma sejati janganlah perlakukan pengetahuan ini seperti asap dengan api, bagai air dengan ombak, atau minyak dengan susu perbuatlah, jangan hanya mempercakapkannya belaka jalankanlah sepenuh hati setelah memahami segala makna wicara kita ini jangan pernah punya sesembahan lain selain sang maha luhur pakailah senantiasa keempat pengetahuan ini pengetahuan kelima adalah pengetahuan antara, yaitu mati di dalam hidup, hidup di dalam mati hidup yang kekal, semuanya sudah berlalu tak perlu lagi segala aji kawijayan, semuanya sudah termuat di sini.
maka habislah wejangan sang dewaruci, sang Guru merangkul sang Bima dan membisikkan segala rahasia.
Rasa terang, bercahaya seketika wajah sang Sena menerima wahyu kebahagiaan bagaikan kuntum bunga yang telah mekar. menyebarkan keharuman dan keindahan memenuhi alam semesta.
Dan... blassss . . . ! sudah keluarlah sang Bima dari raga Dewa Ruci sang Marbudyengrat kembali ke alam nyata di tepian samodera luas sunyi tanpa sang Dewa Ruci . sang bima melompat ke daratan dan melangkah kembali siap menyongsong dan menyusuri rimba belantara kehidupan.

Nah….semoga kita bisa memetik hikmah dari cerita di atas, sebagai bekal kita
Dalam menjalani laku “nggayuh kasampurnan”.

“Siapa yang mencari harus melakoni
Siapa yang melakoni harus mengerti
Siapa yang mengerti akan mumpuni
Siapa yang mumpuni akan hati-hati
Karena memegang hakekat sejati,berarti
Harus bertanggung jawab pada dzat inti.
Mampu menjaga hati agar tidak takabur diri”.

Mohon maaf bila ada kekurangan,
Jangan segan utk memberikan koreksi bila ada kesalahan.

Rahayu,
Teguh Yuswanto
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "WEJANGAN DEWA RUCI ( Cerita Dalam Kesenian Wayang Kulit )."

 
Template By AgamaKejawen
Back To Top