Javanese beliefs (Kebatinan or Kejawen) have principles embodying a "search for inner self" but at the core is the concept of Peace Of Mind. Although Kejawen is a religious category(Agama), it addresses ethical and spiritual values as inspired by Javanese tradition. That can as religion in usual sense of the world, like Christianity, Judaism, Budha or Islam. Kejawen adalah Agama Jawa yang di Ajarkan dalam Budaya Jawa yang di sebut Kejawen. Kawruh kejawen. Ilmu Kejawen, Agama Kejawen

Mitoni

Mitoni
Ritual untuk tujuh bulan kehamilan

Ketika seorang wanita hamil untuk pertama kalinya, pada bulan ketujuh kehamilannya diadakan ritual Mitoni. Mitoni berasal dari kata pitu artinya tujuh. Ritual mitoni diadakan dengan maksud untuk memohon berkah Gusti, Tuhan, untuk keselamatan calon orang tua dan anaknya.Bayi lahir pada masanya dengan sehat ,selamat, demikian pula ibunya melahirkan dengan lancar, sehat dan selamat. Selanjutnya diharapkan seluruh keluarga hidup bahagia.

Hal-hal penting pada upacara mitoni adalah :

1. Siraman ( pemandian calon ibu)
2. Pendandanan calon ibu
3. Angreman

Tempat, berbagai barang/ubarampe termasuk sesaji, hendaknya sudah tersedia lengkap


Upacara Siraman

Upacara Siraman

Biasanya pelaksanaan siraman diadakan dikamar mandi atau ditempat khusus yang dibuat untuk siraman, dihalaman belakang atau samping rumah.

Siraman dari kata siram artinya mandi. Pada saat mitoni adalah pemandian untuk sesuci lahir batin bagi calon ibu/orang tua beserta bayi dalam kandungan.

Yang baku, ditempat siraman ada bak/tempat air yang telah diisi air yang berasal dari tujuh sumber air yang dicampur dengan bunga sritaman, yang terdiri dari mawar,melati, kenanga dan kantil.

Dipagi hari atau sore hari yang cerah, ada terdengar alunan suara gamelan yang semarak, mengiringi pelaksaan siraman.

Didepan tempat siraman yang disusun apik, duduk calon kakek, calon nenek dan ibu-ibu yang akan ikut memandikan.Mereka semua berpakaian tradisional Jawa , bagus, rapi.Tentu saja sisaksikan oleh para undangan yang hadir untuk menyaksikan dan memberi restu kepada calon ibu.

Calon ibu dengan berpakaian kain putih yang praktis, tanpa mengenakan asesoris seperti gelang, kalung, subang dsb, datang ketempat siraman dengan diiringi oleh beberapa ibu.

Dia langsung didudukkan diatas sebuah kursi yang dialasi dan dihias dengan sebuah tikar tua,maksudnya orang wajib bekerja sesuai kemampuannya dan dedauanan seperti : opok-opok,alang-alang,oro-oro,dadap srep, awar-awar yang melambangkan keselamatan dan daun kluwih sebagai perlambang kehidupan yang makmur.

Orang pertama yang mendapat kehormatan untuk memandikan adalah calon kakek, kemudian calon nenek dan disusul oleh beberapa ibu yang sudah punya cucu.Sesuai kebiasaan, jumlah yang memandikan adalah tujuh orang. Diambil perlambang positifnya, yaitu tujuh, bahasa Jawanya pitu, supaya memberi pitulungan, pertolongan.

Sesudah selesai dimandikan dengan diguyur air suci, terakhir dikucuri air suci dari sebuah kendi sampai airnya habis.Kendi yang kosong dibanting ketanah.Dilihat bagaimana pecahnya. Kalau paruh atau corot kendi tidak pecah, hadirin ramai-ramai berteriak : Lanang! Artinya bayi yang akan lahir laki-laki. Apabila pecah, yang akan lahir wadon, perempuan

Perlu diketahui bahwa suasana selama pelaksanaan siraman adalah sakral tetapi riang

Pada masa kini, upacara siraman dipandu oleh seorang ibu yang profesional dalam bidangnya, disertai seorang M.C. sehingga upacara berjalan runut, lancar dan bagus..


Peluncuran tropong

Ada kalanya, sesudah selesai pecah kendi, sebuah tropong, alat tenun dari kayu diluncurkan kedalam kain tekstil yang mempunyai tujuh warna. Ini perlambang kelahiran bayi dengan lancar dan selamat.

Peluncuran tropong, pada masa kini jarang sekali dilakukan


Siraman gaya Mataraman

Siraman gaya Mataraman atau Yogyakarta kuno, sekarang boleh dibilang tidak dilakukan lagi. Pada siraman tersebut yang dimandikan tidak hanya calon ibu, tetapi jugas calon ayah, secara berbarengan.


Pendandanan calon ibu

Disebuah ruangan yang telah disiapkan untuk upacara pendandanan, beberapa ibu dengan disaksikan hadirin, mendandani calon ibu dengan beberapa motif kain batik dan lurik.

Ada 6/enam motif kain batik, antara lain motif kesatrian, melambangkan sikap satria; wahyu tumurun, yaitu wahyu yang menurunkan kehidupan mulia, sidomukti ,maksudnya hidup makmur, sidoluhur-berbudi luhur dsb.

Pendandanan Calon Ibu

Satu per satu kain batik itu dikenakan, tetapi tidak ada yang sreg, sesuai. Lalu yang ketujuh dikenakan kain lurik bermotif lasem, dengan semangat para hadirin berseru : Ya, ini cocok!

Lurik adalah bahan yang sederhana tetapi kuat, motif lasem mewujudkan perajutan kasih yang bahagia, tahan lama. Begitulah perlambang positif dari upacara pendandanan.

Tali Dipotong Dengan Keris

Lurik yang dikenakan calon ibu tersebut diikat dengan tali yang terdiri dari benang dan anyaman daun kelapa. Tali itu dipotong oleh calon ayah dengan menggunakan sebilah keris yang ujungnya ditutup kunyit.Ini perlambang bahwa semua kesulitan yang dihadapi keluarga ,akan diatasi oleh sang ayah

Sesudah memotong tali, sang ayah mengambil tiga langkah kebelakang, membalikkan badan dan lari keluar. Ini melambangkan kelahiran yang lancar dan selamat, bagi bayi dan ibu.


Brojolan

Dua buah kelapa gading diluncurkan kedalam kain lurik yang dipakai calon ibu. Kedua kelapa tersebut jatuh diatas tumpukan kain batik. Ini juga menggambarkan kelahiran yang lancar dan selamat.

Kedua buah kelapa gading itu diukir dengan gambar Dewi Ratih dan Dewa Kamajaya, sepasang dewa dewi yang cantik, bagus rupanya dan baik hatinya.Artinya tokoh, figur yang ayu, baik, luar dalam, lahir batin. Ini tentu dalam menjalani kehidupan kedua orang tua juga bersikap demikian , demikian pula anak yang dilahirkan, menjalani kehidupan yang baik, berbudi pekerti luhur dan mapan lahir batin.

Calon ayah mengambil salah satu kelapa tersebut dan memecahnya dengan menggunakan golok. Kalau kelapa itu pecah jadi dua, hadirin berseru : Wadon, perempuan. Kalau kelapa itu airnya menyembur keluar, hadirin berteriak riang : Lanang, lelaki.

Anak yang dilahirkan putra atau putri, sama saja, tetap akan diasuh, dibesarkan oleh orang tuanya dengan penuh kasih dan tanggung jawab

Kelapa yang satunya, yang masih utuh, diambil, lalu dengan diemban oleh calon nenek , ditaruh ditempat tidur calon orang tua.


Angreman

angreman

Angreman dari kata angrem artinya mengerami telur. Calon orang tua duduk diatas tumpukan kain yang tadi dipakai, seolah mengerami telur, menunggu waktu sampai bayinya lahir dengan sehat selamat.

Mereka mengambil beberapa macam makanan dari sesaji dan ditaruh disebuah cobek. Mereka makan bersama sampai habis. Cobek itu menggambarkan ari-ari bayi.

angreman2

Perlu diperhatikan bahwa untuk ritual angreman gaya Yogyakarta, sesajinya tidak ada yang berupa daging binatang yang dipotong. Ini memperkuat doa kedua calon orang tua supaya bayi mereka lahir dengan selamat.

Kelapa dan tumpukan kain-kain itu berada diatas tempat tidur kedua calon orang tua. Ini latihan kesabaran bagi keduanya sewaktu menjaga dan merawat bayi.

Dipagi harinya , calon ayah memecah kelapa tersebut.

Ini biasanya yang terjadi. Tetapi kalau dipagi hari ada seorang wanita hamil meminta kelapa tersebut, menurut adat, kelapa itu harus diberikan.Lalu wanita dan suaminya yang akan memecah kelapa itu.

Ini melambangkan bahwa dalam menjalani kehidupan, orang tidak boleh egois, mementingkan diri sendiri, saling menolong dan welas asih ,haruslah diutamakan.


Asal usul Mitoni atau Tingkeban

Ritual mitoni atau tingkeban telah ada sejak zaman kuno.Menurut penuturan yang diceritakan secara turun temurun, asal usulnya sebagai berikut :
Sepasang suami istri, Ki Sedya dan Niken Satingkeb, pernah punya anak sembilan kali, tetapi semuanya tidak ada yang berumur panjang.

Mereka telah meminta bantuan banyak orang pintar, dukun, tetapi belum juga berhasil. Karena sudah tak tahan lagi mengahadapi derita berat dan panjang, kedua suami istri itu memberanikan diri memohon pertolongan dari Jayabaya, sang ratu yang terkenal sakti dan bijak.

Raja Jayabaya yang bijak dan yang sangat dekat dengan rakyatnya, dengan senang hati memberi bantuan kepada rakyatnya yang menderita.Beginilah sikap ratu masa dahulu.

Kedua suami istri, dinasihati supaya melakukan ritual, caranya :
Sebagai syarat pokok, mereka harus rajin manembah kepada Gusti, selalu berbuat yang baik dan suka menolong dan welas asih kepada sesama. Berdoa dengan khusuk, memohon kepada Tuhan.


Mereka harus menyucikan diri,manembah kepada Gusti, Tuhan dan mandi suci dengan air yang berasal dari tujuh sumber. Kemudian berpasrah diri lahir batin. Sesudah itu memohon kepada Gusti,Tuhan, apa yang menjadi kehendak mereka, terutama untuk kesehatan dan kesejahteraan si bayi.Dalam ritual itu sebaiknya diadakan sesaji untuk penguat doa dan penolak bala, supaya mendapat berkah Gusti, Tuhan.

Rupanya, Tuhan memperkenankan permohonan mereka. Ki Sedya dan Niken Satingkeb mendapatkan momongan yang sehat dan berumur panjang.Untuk mengingat Niken Satingkeb, upacara mitoni juga disebut Tingkeban.


Sesaji

Sesaji

Sesaji sangat penting didalam setiap upacara tradisonal. Sebenarnya maksud dan tujuan sesaji adalah seperti sebuah doa. Kalau doa diucapkan dengan kata-kata, sedangkan sesaji diungkapkan melalui sesaji yang berupa berbagai bunga, dedaunan dan hasil bumi yang lain.
Tujuan sesaji adalah : Mengagungkan asma Gusti, Tuhan dan merupakan permohonan tulus kepada Gusti supaya memberikan berkah dan perlindungan.
Mengingat dan menghormati para pinisepuh, supaya mendapat tempat tentram dialam keabadian.
Supaya upacara berjalan lancar dan sukses, tidak diganggu oleh apapun, termasuk orang-orang dan mahluk-mahluk halus jahat.

Sesaji untuk mitoni terdiri dari :

1. Sehelai tikar tua dan dedaunan untuk siraman.
2. Seekor ayam jago yang sehat, hidup, melambangkan keluarga akan hidup baik ditengah masyarakat.
3. Tujuh macam nasi tumpeng, antara lain :
* Tumpeng megana ( dengan sayuran mengelilingi nasi) , artinya menumbuhkan kehidupan.
* Tumpeng robyong, melambangkan keselamatan dan dicintai semua orang.
* Tumpeng urubung damar, sinar lampu, sinar kehidupan yang berguna dan berwibawa.
* Tumpeng gundul
4. Tujuh macam sambal, artinya hidup menjadi semangat, aktif dan kreatif.
5. Sambal rujak, supaya segar, cerah hidupnya.
6. Dlingo-blenge, untuk menghindarkan pengaruh roh-roh jahat
7. Kue-kue manis terbuat dari kacang. Artinya hidup ini manis.
8. Lauk pauk dari sayuran, artinya anak-anak menjadi sehat.
9. Tujuh buah ketupat diisi abon, artinya sudah ada jalan buat keluarnya bayi, tinggal tunggu saatnya.
10. Telur kura-kura ditaruh diatas tumpeng
11. Penganan srabi dan klepon.
12. Telur kura-kura ditaruh diatas tumpeng megana. Kura-kura itu kuat dan peka instinknya.
13. Bubur merah putih, berarti selalu ingat dan hormat kepada orang tua dan pinisepuh.
14. Berbagai macam buah-buahan, untuk kesehatan dan kebugaran.
15. Berbagai macam nasi seperti : nasi gurih, nasi punar, nasi kebuli dll.
16. Boneka laki-laki dan boneka perempuan. Maksudnya yang lahir pria atau wanita sama saja.
17. Gayung yang dibuat dari kelapa. Kelapa utuh dipecah menjadi dua, dibawahnya diberi lubang. Sisi atas dipasangi tangkai untuk pegangan.Maksudnya supaya bisa berguna seperti pohon kelapa yang semua bagiannya bermanfaat baik buahnya, daunnya, lidinya, batangnya dsb.



Jualan rujak dan dawet

Keseluruhan upacara siraman, diakhiri oleh kedua calon orang tua yang berbahagia dengan berjualan rujak dan dawet. Alat pembayarannya adalah kreweng, pecahan genteng.

Rujak menggambarkan kehidupan yang antusias. Dawet yang dijual namanya dawet plencing. Dawet itu minuman sehat, plencing artinya pergi tanpa pamit, Jadi dawet plencing melambangkan kehidupan yang sehat dan selamat.


Setu Wage

Hari pelaksanaan siraman biasanya diadakan pada hari Setu Wage, Sabtu Wage. Makna singkatan dari Setu Wage adalah Tu artinya metu, keluar dan Ge artinya gage, cepat-cepat.Jadi maksudnya, pada waktu kelahiran bayi, si bayi supaya cepat keluar, sehat dan selamat.

JagadKejawen,
Suryo S. Negoro
http://jagadkejawen.com/id/upacara-ritual/mitoni
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Mitoni"

 
Template By AgamaKejawen
Back To Top